Candi Tepi Batanghari

By , Kamis, 31 Maret 2016 | 12:15 WIB

Sebelum kami meninggalkan candi ini, Ahok menebarkan bunga, kemudian membakar hio di salah satu sudut candi. “Ada titipan doa dari Jakarta,” ia menjawab keheranan saya.

Candi Kotomahligai terletak di bagian paling barat Kawasan Percandian Muarajambi. Kawasan peninggalan kerajaan Melayu kuno yang berlatar belakang kebudayaan agama Buddha Mahayana ini berjarak 40 kilometer di timur Kota Jambi. Itu sebabnya kami terlebih dahulu menyinggahi Candi Kutomahligai.

Dari Candi Kotomahligai, kami menuju pintu masuk utama Kawasan Percandian Muarajambi. Untuk mengelilingi kawasan ini kami menggunakan sepeda yang banyak disewakan di depan pintu masuk kawasan candi.

Candi pertama yang kami tuju adalah Candi Gedong I yang berada di barat pintu masuk kawasan, melewati jalan konblok yang di beberapa bagian sudah rusak, kami harus hati-hati, salah-salah bisa terperosok ke luar jalan. Ini yang terjadi pada seorang anggota rombongan kami dan dua orang pelajar SMP. Apalagi bila berpapasan dengan pengendara sepeda atau pengendara motor. Juga harus hati-hati saat melewati jembatan yang melintas di atas kanal kuna, karena tidak ada pengaman di bagian sisinya.

Setelah 20 menit bersepeda, tibalah kami di Candi Gedong I yang berdiri di atas lahan seluas 5.525 meter persegi, terdiri dari dua bangunan yaitu candi induk dan gapura yang berada di sebelah Timur. Setelah melewati gapura, Ahok memperlihatkan pecahan keramik ke kami. “Ini pecahan keramik peninggalan Dinasti Sung,” ujar Ahok. “Selain itu, di sini ditemukan pula pecahan genteng dan kaca kuno.”

Lokasi Candi Gedong II di sebelah barat Candi Gedong I. Gapura candi ini berhasil direkonstruksi hingga ketinggian 5,2 meter. Bagian dalamnya terdapat bangunan induk dan dua perwara. Candi perwara I di sebelah timur candi induk, candi perwara II di sebelah selatan candi induk.

Di sini, Ahok bercerita kalau banyak sekali biksu dari negara tetangga, seperti Thailand, Kamboja, dan Tibet yang mengunjungi Kawasan Percandian Muarajambi, malah ada pula yang bermalam di rumahnya, yang berada di desa sekitar kawasan ini.

“Ini foto minggu lalu, saat perayaan Hari Raya Waisak di sini,” Ahok menunjukkan foto para biksu sedang beribadah di depan Candi Gumpung yang ada di telepon selularnya. Saya baru ingat kalau hari ini adalah Hari Raya Waisak, dan pada hari ini Perayaan Hari Raya Waisak dipusatkan di Candi Borobudur. Sebenarnya ada rasa kecewa karena tidak bisa melihat Perayaan Hari Raya Waisak ini.

Kami melanjutkan bersepeda ke Candi Kedaton yang berada di sebelah Barat Candi Gedong II. Letak Candi Kedaton cukup jauh, dari belakang sempat ada yang bertanya kepada saya yang bersepeda paling depan,  “Kita nggak salah jalan, kan?” Karena jalan konblok sudah berganti jalan tanah. Tetapi tidak beberapa lama, kami sampai juga di Candi Kedaton.

Pada gapura Candi Kedaton ditemukan tiga buah makara yang terbuat dari batu andesit, pada salah satu makaranya terdapat tulisan “pamursitanira mpu kusuma” yang ditulis dalam bahasa dan aksara jawa kuno, arti tulisan itu “tempat mengheningkan ciptanya Mpu Kusuma.” Tiga tangga paling bawah gapura ini dibuat dari batu andesit.

Candi induk berada di sebelah selatan gapura, mempunyai luas 28,13 x 25,5 meter. Di dalam candi diisi batu kerakal berwarna putih, merupakan hal yang unik karena di candi lain struktur bata isian memakai bata. Di utara candi terdapat perwara dan padmasana atau dudukan arca. “Coba geser batu itu,” Ahok menatang kami untuk menggeser padmasana. “Nggak bisa, kan? Menurut penduduk sini, padmasana ini sering berpindah-pindah tempat sendiri.” Kompleks Candi Kedaton merupakan bangunan yang paling besar dan luas di antara kompleks candi di Muarajambi.

Di Gedung Koleksi Kawasan Percandian Muarajambi, kami melihat temuan dari kompleks-kompleks candi yang ada di Kawasan Percandian Muarajambi yang disimpan di Gedung ini. Sambil beristirahat tidak terasa waktu sudah sore, tetapi saya masih sempatkan berkeliling ke situs yang dekat dengan gedung koleksi ini dengan berjalan kaki, yaitu Candi Gumpung, Candi Tinggi II dan Kolam Telago Rajo.