Mengejar Bianglala di Tambang Tua

By , Selasa, 26 April 2016 | 15:30 WIB

Berbicara mengenai Laskar Pelangi tak lengkap tanpa meyinggung nama Ibu Muslimah, ibu guru yang melecut semangat anak-anak. Sosok ini bukanlah sosok fiksi semata yang ada di novel maupun film adaptasinya, Ibu Muslimah adalah sosok pendidik yang sebenarnya, juga guru pengajar Andrea Hirata. Beruntung, saya berhasil menemui Ibu Guru yang telah pensiun di tahun 2013 ini.

“Kalau kemarin saya marah banget dengan Bang Andrea, tapi sekarang ada sisi positifnya karena dia sekarang bisa mengangkat Bangka Belitung. Kalau nggak ada buku Bang Andrea kamu juga mungkin nggak bisa sampai ke Belitung,” candanya sambil mengingat kekesalannya pada Andrea, lantaran menyatut namanya di dalam novel.

Pertemuan kami ini terjadi di Kampoeng Ahok, rumah panggung khas Belitung yang dibangun tepat di seberang kediaman keluarga besar Ahok di Gantung, Belitung Timur. Kemasyuran nama Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa di panggil Ahok ini juga dianggap mengangkat nama Belitung Timur sebagai destinasi wisata, hal ini pun diamini oleh Bu Mus disela perbincangan ringan kami.

Tak terasa waktu makan siang tiba, obrolan kami yang terjadi di teras rumah pun beralih ke bagian dalam rumah yang terbuat dari kayu Bulin/Ulin ini.  Deretan nampan besar berisi makanan khas belitung telah terhidang dengan rapi, lengkap dengan kue dan teh hangat. Makan bedulang, begitulah Bu Mus menyebutnya.

Dalam satu dulang terdapat beberapa jenis makanan yang akan dimakan bersama. Kali ini tersuguh di hadapan kami tumis pucuk iding-iding, ayam bumbu ketumbar, umbut  kelapa, sate ikan, gangan daging, dan tak lupa ikan bakar beserta sambal nanas. Kue Bingka atau Bingke juga tersaji sebagai teman berbincang setelah makan.

“Makan bersama, ambil berkahnya,” ungkap Bu Mus.

Perjumpaan Saya dan Ibu Muslimah berakhir setelah kami menyelesaikan santap siang. Ibu Mus memilih pulang untuk beristirahat sedangkan Saya menghampiri Galeri Daun Simpor yang ada di seberang rumah panggung atau di dalam kawasan kediaman keluarga Basuki dan Basuri Tjahaja Purnama, dua orang yang pernah memimpin Belitung Timur.

Galeri daun Simpor digagas oleh Linda Juliastiani, Istri dari mantan Bupati Belitung Timur Basuri Tjahaja Purnama. Lahirnya konsep batik Belitung diawali dari pengalaman pribadi Linda yang kesulitan mencari kain identitas Belitung saat menghadiri berbagai acara. Perempuan asal Tanah Jawa ini mengenalkan dan mengembangkan batik Belitung melalui metode batik cap yang diisi dengan sapuan kuas oleh tangan-tangan perempuan Belitung.

Pola Batik Belitung diakui Linda diambil dari keseharian masyarakat seperti pola cangkir kopi yang menunjukan kegemaran masyarakat belitung. Tak lupa puspa Belitung, seperti tanaman lada atau yang biasa disebut sahang, bunga karamunting, daun simpor. Juga, faunanya seperti kancil, trenggiling, dan tarsius.

Daun simpor seperti tak pernah lepas dari kehidupan masyarakat Belitung. Hampir semua panganan dibalut oleh daun ini; tak peduli makanan kering, nasi, bahkan untuk sajian makanan berkuah. Saya pun membuktikan kebenaran pengaruh aroma daun simpor saat menyantap soto lontong di sebuah kedai sederhana milik Bang Ojie.

Tak sulit mencari panganan khas di pulau ini. Aneka kedai mi belitung dan soto lontong akan melayani sarapan. Jika ingin menikmati yang lebih khas bisa mencoba Berego, makanan yang terbuat dari tepung beras yang disiram kuah kari ikan. Bagi pecinta kopi, salah satu yang terkenal dan tertua adalah Kopi Kong Djie dengan teko-teko tingginya. Kedai kopi ini telah menjadi tempat berkumpul tua-muda Belitung sejak 1945.

Tak lengkap rasanya berkunjung ke Belitung tanpa menyambangi pulau Lengkuas, pulau dengan mercusuar yang menjadi ikon pariwisata Belitung. Perlu waktu 15-20 menit menggunakan perahu motor yang disewa untuk menjangkau pulau penjaga tersebut. Pulau Lengkuas merupakan daerah kerja Direktorat Navigasi, Direktorat Jenderal Perhubungan laut, Kementerian Perhubungan. Mercusuar yang berdiri tegap setinggi 18 lantai itu dibangun pada 1882. Hingga kini, bangunan tersebut masih mengemban tugas mulia memandu kapal-kapal yang lewat di perairan Belitung di kala malam.