Menurut penuturan perempuan tersebut, gelang-gelang itu merupakan pesanan dari pedagang cendera mata di Rote. Gelang kulit penyu cukup laris di kalangan wisatawan. Inilah sebenarnya salah satu akar masalah mengapa kejahatan terhadap satwa langka dilindungi masih saja terjadi. Jika demikian, maka tak lama lagi hewan-hewan langka itu akan benar-benar punah di alam liar.
“Kita duduk-duduk dulu di sini,” kata Dahun, “ini rumah nenek saya,” tambahnya. Kopi-kopi dengan uap mengepul dihidangkan bersama biskuit krim cokelat. Setelah menyesap kopinya, Dahun mulai bercerita.
“Saya sudah tiga kali ditangkap tentara Australia karena melanggar perbatasan. Satu kali saya dipenjara di sana selama enam bulan,” tuturnya. Alih-alih menunjukkan kesedihan atau penyesalan, raut wajahnya justru semringah. Bagaimana mungkin orang yang berkisah tentang kehidupannya di penjara dengan wajah bahagia seperti mendapat lotre?
“Di sana dokternya ramah, perawatnya cantik-cantik. Lihat mereka tersenyum saja sudah sembuh sakitnya.”
Selama di penjara, ia sempat dipindahkan ke blok lain karena terlibat perkelahian dengan sesama narapidana. Di blok baru, ia diangkat sebagai ketua. Karena sudah bosan makan ikan, saat di penjara Dahun berkata pada penjaga, “Kita orang Indonesia tidak bisa makan ikan, nanti sakit.” Padahal itu sekadar alasannya untuk bisa makan daging.
Ketika bosan berada di penjara, Dahun punya trik khusus agar bisa berjalan-jalan menghirup udara segar di luar dan menikmati pemandangan, yaitu dengan berpura-pura sakit. Para sipir di sana khawatir begitu ada tahanan yang sakit, dan bergegas membawanya ke rumah sakit berfasilitas lengkap.
“Di sana dokternya ramah, perawatnya cantik-cantik. Lihat mereka tersenyum saja sudah sembuh sakitnya,” kenang Dahun sambil mesem. Kami pun tergelak mendengarnya.
Kami hanyut dalam kelakar dan cerita. Setelah menjejakkan kaki ke daratan Rote, kami beristirahat sejenak di halaman rumah Dahun.
“Presiden Jokowi belum pernah ke Pulau Landu,” celetuk Dahun di tengah-tengah perbincangan.
“Wah, kalau Bu Susi udah pernah belum?” tanya seorang teman seperjalanan.
“Belum juga. Hanya Pak SBY yang sudah pernah ke Pulau Ndana, tapi dia juga belum pernah ke Landu,” ucap Dahun.
Jika pernyataan Dahun benar, bolehlah saya sedikit berbangga hati. Tidak ada yang menyangkal kehebatan ketiga orang penting di Indonesia itu. Tetapi setidaknya, saya mengungguli ketiganya dalam satu hal: Saya menginjakkan kaki di desa terselatan Indonesia lebih dahulu dari mereka.