Karena musim dingin, bibir air terjun kelihatan membeku—walaupun tidak menghalangi aliran air untuk jatuh. Air yang baru jatuh dari ketinggian puluhan meter itu langsung mengalir ke Sungai Seljalands.
Beberapa orang saya lihat masuk ke belakang aliran air terjun. Rupanya, memang ada rongga di balik air terjun yang memungkinkan kita untuk menikmati Seljalandsfoss dari sisi yang lain. Menarik, tapi saya lebih memilih untuk duduk di kursi tidak jauh dari air terjun.
Bersamaan dengan mulai membekunya bokong saya, kami beranjak ke Skógafoss. Masih melewati Route 1, air terjun ini berjarak tidak lebih dari 30 menit dari Seljalandsfoss.
Seljalandsfoss terasa lebih gelap dan cenderung sepi, sementara Skógafoss lebih terang karena tebing-tebingnya tidak sepenuhnya tertutup salju, dan berwarna kecokelatan.
Skógafoss juga memiliki sebuah sungai yang mengalir di bawahnya. Namanya Sungai Skógá. Menariknya, tebing setinggi 60 meter ini dulunya adalah tebing di garis pantai pesisir selatannya. Tetapi kini, garis pantai sudah surut sejauh lima kilometer dari Skógafoss.
Menurut data dari Icelandic Tourism Board, wisatawan luar negeri yang datang ke Islandia didominasi oleh Inggris, Amerika Serikat, Jerman, negara-negara Skandinavia, dan Prancis. Sementara, wisatawan Asia, terutama Tiongkok, baru beberapa tahun belakangan mulai meningkat.
“Kira-kira sejak 2010, setelah erupsi Eyjafjallajökull, peningkatan pariwisata di Islandia mulai tinggi, mencapai sekitar 25-30 persen per tahun. Bisa dibilang, erupsi itu membuat Islandia mulai diperhitungkan sebagai destinasi wisata,” tambah Aron Logi Hjaltalín, manajer produk Arctic Adventures.
Vatnajökull juga disebut sebagai wilayah ice cap dengan volume terbesar di dunia. Volumenya mencapai hingga 3.100 kilometer kubik dengan rata-rata ketebalan 400-1.000 meter!
Hari pertama di pesisir selatan Islandia ini ditutup dengan menikmati Reynisfjara, pantai pasir hitam dengan ombak yang cukup tinggi. Ia memanjang hingga 180 kilometer dan berada dekat dengan Vík (Vík í Mýrdal), kota paling selatan di Islandia.
“Itu disebut Garðar. Jadi, tumpukan basal yang membentuk kolom-kolom ini terwujud dari magma yang perlahan mendingin,” urai Frímann.
“Yang lebih menarik justru itu,” Frímann menunjuk ke dua bongkah batu di tengah laut.
Kedua batu di Reynisfjara tersebut dinamakan Reynisdrangar. Mereka percaya bahwa keduanya adalah troll yang berusaha untuk mendarat di Reynisfjara sebelum pagi. Namun, waktu mereka tidak cukup. Mereka kemudian terpajan sinar matahari dan berubah menjadi batu.
Sudah bukan rahasia lagi kalau orang-orang Islandia percaya akan keberadaan troll, elf, dan makhluk-makhluk mitologi lainnya. Menurut Kantor Berita Reuters, sekitar sepuluh persen orang-orang negeri ini percaya supranatural dan makhluk-makhluk mitologi, sepuluh persen lainnya tidak percaya, dan selebihnya tidak menerima tetapi tidak juga menolak.