Menyelami Papua

By , Kamis, 2 Februari 2017 | 17:00 WIB

Saat menginjakkan kaki di Kali Lemon, saya mulai terasing dari dunia luar. Satu-satunya cara kami agar tetap tersambung dengan orang-orang adalah menggunakan radio. “Tak ada sinyal telepon seluler di sini,” ujar Yance.

“Tak apa-apa. Hidup lebih tenang dan menyenangkan tanpa sinyal,” saya mensyukuri apa yang Yance ucapkan.

Kali Lemon terlalu mahal untuk disia-siakan. Tempat ini jauh dari ingar-bingar kendaraan yang memekakkan telinga. Alih-alih mendengar desingan knalpot, kuping saya malah dimanjakan oleh hempasan ombak yang pecah di tepian pantai. Udara disini sangat sempurna dibandingkan dengan udara jalanan Jakarta yang penuh dengan racun. Bagi pencari ketenangan dan kedamaian, sepertinya tempat ini boleh diletakkan di urutan teratas setelah Tanah Suci.

!break!

Saya melepas penat sembari berbaring di kursi kayu. Di hadapan saya, laut luas yang berbatasan langsung dengan Samudra Pasifik menyisakan pemandangan garis tepi bumi.

Sebagai taman nasional laut terluas di Indonesia, hampir 90 persen kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih adalah perairan laut.

Nabire menjadi salah satu gerbang masuk ke kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Taman Nasional seluas 1.453.500 hektare ini memiliki keanekaragaman hayati dan tingkat endemisitas yang tinggi. Sedikitnya ada 456 spesies karang dan 877 spesies ikan karang di kawasan ini. Sekitar 42 satwa berstatus dilindungi. Sebagai taman nasional laut terluas di Indonesia, hampir 90 persen kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih adalah perairan laut.

Perairan Kwatisore di Distrik Yaur merupakan satu dari segelintir tempat di dunia yang bisa melihat hiu paus dari dekat. “Hampir sepanjang tahun hiu paus hadir di sini,” ujar Evi Nurul Ihsan. “Saat bulan purnama, hiu paus jarang muncul. Tapi berdoa saja, kadang keberuntungan berbanding terbalik dengan purnama,” tambahnya.

Hiniotanibre adalah sebutan bagi hiu paus dalam Bahasa Yaur, atau warga lokal di Kwatisore biasa menyebutnya dengan gurano bintang karena totol-totol putih pada kulitnya nan gelap bak bintang-bintang di malam hari. Masyarakat lokal menganggap hiu paus sebagai hantu laut.

Sebelum pariwisata marak di Kwatisore, masyarakat lokal sangat takut dengan hiu paus. Tak jarang mereka mematikan mesin perahu atau berdiam saat berpapasan dengan hiu paus di tengah laut. Kearifan lokal berhasil melindungi hiu paus (Rhicodon typus) yang masuk ke dalam daftar merah untuk spesies terancam oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan status rentan. Di Indonesia sendiri, hiu paus ini telah dilindungi sejak tahun 2013 sebagai upaya untuk melestarikan dan menjaga populasinya di perairan Indonesia. 

Ukuran hiu paus yang hadir di Teluk Cenderawasih pun beragam. Namun dari total 121 hiu paus yang sudah dicatat oleh WWF Indonesia, mayoritas yang hidup di Taman Nasional Teluk Cenderawasih adalah jantan dengan panjang rata-rata 4,4 meter.

“Hiu paus ini biasanya mencapai usia matang gonad pada umur 30 tahun. Ukuran jantan pada usia matang biasanya berkisar antara 8-9 meter, sedangkan betina biasanya diatas 10 meter,” ujar Evi menjelaskan. “Namun mereka bisa hidup hingga umur 100 tahun,” tambahnya.

Saya melepaskan udara yang tersimpan dalam Bouyancy Compensator Device (BCD). Perlahan-lahan tubuh saya tenggelam semakin menjauh dari gerombolan hiu paus yang sedang berebut ikan puri dari bagan milik nelayan. Meskipun bertubuh tambun, hiu paus hanya memakan plankton, cumi-cumi kecil, dan ikan kecil.

Kebiasaan nelayan yang membuang sebagian hasil tangkapannya ke laut telah mengundang hiu paus untuk mendekati bagan untuk mencari makan. Kondisi ini menjadi salah satu faktor kenapa hiu paus mudah ditemukan di perairan Kwatisore.