Invasi Tikus Mengambil Alih Pulau di Polinesia, Pelestari Bersiasat

By Utomo Priyambodo, Jumat, 16 Juli 2021 | 22:00 WIB
Wilayah Atol Tetiaroa dari udara. Tikus-tikus menguasai pulau ini sekitar 65-153 tikus per hektare. Total ada puluhan ribu tikus di sana. (Supertoff/Wikimedia Commons)

 

Tikus-tikus memiliki kemampuan untuk mengambil alih bagian dunia yang terisolasi sejak mereka tiba. Di mana pun mereka ditemukan, penumpang gelap yang licik ini dengan rakus memakan telur dan tukik dari spesies burung dan reptil asli pulau itu, membuat siklus alam dan jaring-jaring makanan yang telah terbentuk sebelumnya menjadi tidak sinkron.

Sebagian besar spesies pulau tersebut telah berevolusi tanpa kehadiran spesies mamalia, kecuali kelelawar yang secara historis berjuang untuk mencapai pulau-pulau dari daratan terdekat dengan kekuatan mereka sendiri. Karena itulah sebagian besar spesies asli telah berevolusi tanpa respons evolusioner terhadap gerakan cepat para penyelundup ini.

Dengan berkurangnya populasi burung, maka nutrisi luar yang dibawa ke pulau ini jadi berkurang. Akibatnya tercipta lingkaran tertutup di mana tikus mendominasi semua sumber daya. Hal ini, pada gilirannya, mengurangi jumlah nutrisi subsidi yang terbawa untuk mendukung kehidupan terumbu karang di sekitar pulau tersebut.

Namun tampaknya kekuasaan tikus-tikus itu atas Tetiaroa mungkin akan segera berakhir. Mulai Agustus 2021, kelompok konservasi Island Conservation akan menggunakan pendekatan baru dalam upaya membersihkan populasi tikus-tikus dari Atol Tetiaroa serta dua pulau lain di Polinesia Prancis, yakni dengan menggunakan drone.

Dengan menggunakan drone-drone yang dirancang khusus untuk menyelimuti pulau-pulau tersebut dengan racun tikus, kelompok konservasi tersebut akan menerapkan operasi drone serius pertama di dunia untuk menghilangkan tikus-tikus invasif.

Baca Juga: Ikan Mas yang Dibuang ke Danau Tumbuh Raksasa dan Jadi Malapetaka

Tikus Polinesia atau tikus Pasifik (Rattus exulans). Suku Māori mengenalnya sebagai kiore, spesies tikus ketiga yang tersebar luas di dunia setelah tikus coklat dan tikus hitam. Asalnya Asia Tenggara, menyebar luas dan bermigrasi ke Polinesia, termasuk Selandia Baru, Pulau Paskah, dan Hawaii. (Forest & Kim Starr/Wikimedia Commons)

 

Metode ini pernah diujicobakan di Seymour Norte di Galapagos pada 2019. Saat itu camar ekor burung walet—satu-satunya camar nokturnal di Bumi—terancam punah karena populasi tikus lokal. Diluncurkan dari kapal dan terbang secara mandiri di sepanjang rute yang telah ditentukan, sebuah drone mampu menjatuhkan rodentisida dengan sangat presisi sembari meminimalkan dampak pada spesies non-tikus. Dua tahun kemudian, Seymour Norte dinyatakan 100 persen bebas tikus. Ini adalah sebuah sukses besar bagi para konservasionis di mana pun.

Didirikan pada 1994, Island Conservation dan mitra-mitranya sejauh ini telah berhasil memulihkan 65 pulau di seluruh dunia, memberi manfaat bagi 1.218 populasi dari 504 spesies dan subspesies. Melindungi pulau-pulau kita adalah hal yang penting karena mereka memainkan peran besar dalam keanekaragaman hayati planet ini.

Pulau-pulau hanya membentuk lima persen dari luas daratan planet kita, tetapi merupakan rumah bagi sekitar 20 persen dari semua spesies tanaman, reptil, dan burung. Sayangnya, 75 persen dari semua kepunahan amfibi, burung, dan mamalia terjadi di pulau-pulau, dengan spesies invasif seperti tikus sebagai penyebab utamanya.

Baca Juga: Wabah Tikus Melanda Australia Timur: Pasien-Pasien Rumah Sakit Digigit

Melindungi pulau-pulau dari spesies invasif adalah hal yang penting karena mereka memainkan peran dalam keanekaragaman hayati planet ini. (Pierre Lesage/Flickr)

Menghapus populasi tikus dari sebuah pulau dapat secara signifikan membantu memulihkan keanekaragaman hayatinya. Sebuah studi tahun 2018 di Kepulauan Chagos di Samudra Hindia menemukan bahwa pulau-pulau tanpa tikus tidak hanya memiliki komunitas burung laut yang jauh lebih besar, tetapi juga memiliki tingkat nutrisi yang jauh lebih tinggi di terumbu karangnya. Sementara itu, para peneliti di Lancaster University menemukan bukti bahwa populasi burung laut yang lebih kuat bahkan dapat membantu pemulihan terumbu karang bahkan setelah pemutihan karang terjadi.

“Lebih dari 80 persen pulau di dunia memiliki hewan pengerat,” jelas David Will, manajer program inovasi di Island Conservation, seperti dikutip dari WIRED.

“Ada penelitian baru tentang manfaat ekosistem laut dan terumbu karang dari menghilangkan hewan-hewan pengerat invasif,” kata Will. “Ini adalah pendekatan holistik di seluruh ekosistem.”

Baca Juga: Wabah Tikus Serang Queensland Australia, Petani Rugi dan Hotel Tutup