Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan yang mempelajari es gletser dari Dataran Tinggi Tibet di Tiongkok telah menemukan kode genetik untuk 33 virus. Namun, 28 di antaranya adalah baru, tidak dikenali dan belum diketahui manusia saat ini.
Seperti diketahui, para peneliti telah menganalisis inti es yang diambil pada tahun 2015 dari lapisan es Guliya di Tiongkok barat. Inti tersebut dikumpulkan di dataran tinggi, puncak Guliya, tempat es tersebut berasal, 22.000 kali di atas permukaan laut.
Inti es, mengandung lapisan es yang menumpuk dari tahun ke tahun. Menjebak apapun yang ada di atmosfer di sekitarnya pada saat lapisan membeku. Lapisan-lapisan tersebut kemudian menciptakan semacam garis waktu, yang digunakan para ilmuwan untuk lebih memahami tentang perubahan iklim, mikroba, virus dan gas sepanjang sejarah.
Para peneliti menentukan bahwa es itu berusia hampir 15.000 tahun menggunakan kombinasi teknik trasional dan baru. Dan ketika menganalisis es, para peneliti menemukan kode genetik untuk 33 virus.
Dari puluhan virus yang teridentifikasi oleh komunitas ilmiah tersebut, ternyata hampir sebagian besarnya tidak diketahui di zaman sekarang. Setidaknya 28 diantaranya adalah benar-benar baru.
Temuan tersebut telah dipublikasikan pada 20 Juli 2021 di Jurnal Microbiome. Dan dapat membantu para ilmuwan untuk dapat memahami bagaimana virus berevolusi selama berabad-abad. Pada penelitian tersebut, para ilmuwan juga mengembangkan metode baru yang sangat bersih untuk menganalisis mikroba dan virus dalam es tanpa mencemarinya.
Virus tidak memiliki gen universal yang sama, jadi penamaan virus baru dan mencoba mencari tahu di mana ia cocok dengan lanskap virus yang dikenal. Itu semua melibatkan beberapa langkah untuk membandingkan virus tak dikenal dengan virus yang dikenal, para ilmuwan membandingkan set gen. Set gen dari virus yang dikenal dikatalogkan dalam database ilmiah.
Baca Juga: Berapa Lama Sistem Kekebalan Manusia Mampu Mengalahkan Pandemi?
Zhi-Ping Zhong, penulis utama studi dan peneliti di The Ohio State University Byrd Polar and Climate Research mengatakan, gletser tersebut terbentuk secara bertahap dan bersama dengan debu dan gas, banyak virus yang tersimpan di es tersebut. "Gletser di Tiongkok barat ini tidak dipelajari dengan baik, dan tujuan kami adalah menggunakan informasi ini untuk mencerminkan masa lalu. Dan virus ini adalah bagian dari lingkungan tersebut," katanya kepada Ohio State News.
Matthew Sullivan, rekan penulis studi, profesor mikrobiologi di Ohio State dan direktur Center of Microbiome Science Ohio State mengatakan, virus-virus tersebut memiliki tanda gen yang membantu mereka menginfeksi sel di lingkungan yang dingin.
"Ini adalah virus yang akan berkembang biak di lingkungan yang ekstrem," katanya.
Menurutnya, hanya tanda genetik nyata tentang bagaimana virus mampu bertahan dalam kondisi ekstrem. "Metode yang dikembangkan Zhi-Ping untuk mendekontaminasi inti dan untuk mempelajari mikroba dan virus dalam es dapat membantu kami mencari urutan genetik ini di lingkungan es ekstrem lainnya. Mars, misalnya, bulan, atau lebih dekat di Gurun Atacama Bumi," jelasnya.
Baca Juga: Wabah Virus Corona Sempat Merebak di Asia Timur 20.000 Tahun Lalu
Sementara itu, berdasarkan perbandingan basis data tersebut, menunjukan bahwa empat virus telah dikenali. Virus yang teridentifikasi di lapisan es Guliya sebelumnya itu telah diidentifikasi dan berasal dari keluarga virus yang menginfeksi bakteri. Para peneliti menemukan virus dalam konsentrasi yang jauh lebih rendah daripada yang ditemukan di lautan atau tanah.
Analisis para peneliti menunjukkan bahwa virus kemungkinan berasal dari tanah atau tanaman, bukan dari hewan atau manusia, berdasarkan lingkungan dan database virus yang diketahui.
Lonnie Thompson, penulis senior studi tersebut mengatakan, studi tentang virus di gletser relatif baru. Hanya dua studi sebelumnya yang mengidentifikasi virus di es gletser purba.
"Tetapi ini adalah bidang ilmu pengetahuan yang menjadi lebih penting seiring dengan perubahan iklim," kata Thompson yang juga merupakan profesor universitas terkemuka ilmu bumi di Ohio State dan ilmuwan peneliti senior di Byrd Center.
Menurut Thompson, masih sedikit hal yang kita ketahui tentang virus dan mikroba di lingkungan ekstrem tersebut dan apa yang sebenarnya terjadi di sana. "Pemahaman tentang hal tersebut, sangat penting untuk mengetahui bagaimana bakteri dan virus merespon perubahan iklim? Apa yang terjadi ketika kita beralih dari zaman es ke periode hangat seperti sekarang ini?" katanya.
Baca Juga: Alfa hingga Delta: Bagaimana Bisa Virus Corona Memiliki Banyak Varian?