Dari Kesehatan hingga Kesenjangan Pendidikan, Ini Dampak Pandemi Covid-19 bagi Anak-Anak

By Fathia Yasmine, Jumat, 23 Juli 2021 | 15:00 WIB
Dialog Produktif KPC PEN: Anak Terlindungi Indonesia Maju (Dok. KPC PEN)

Nationalgeographic.co.id – Pandemi Covid-19 sudah berlangsung lebih dari setahun. Kondisi ini berdampak pada segala sektor. Tidak hanya orang dewasa, pandemi juga berdampak negatif bagi kalangan anak-anak.

Menurut Direktur Bidang Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Kementerian PPN/BAPPENAS Woro S Sulistyaningrum, pandemi membuat isu stunting dan gizi anak menjadi perhatian besar.

Dalam dialog Produktif yang diselenggarakan KPCPEN, Kamis (22/7/2021), Woro menyebut, ekonomi keluarga yang memburuk serta terbatasnya operasional puskesmas dan fasilitas kesehatan, membuat anak dan remaja kesulitan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh.

“Berkaca di awal pandemi 2020 lalu, layanan imunisasi anak terhambat dan banyak pula masyarakat yang takut ke layanan kesehatan sehingga anak-anak tidak mendapatkan imunisasi lengkap,” kata Woro.

Baca Juga: Para Pesohor yang Mengabadikan Dirinya pada Peristiwa 'D-Day'

Tidak hanya itu, Spesialis Kebijakan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) Indonesia Angga D. Martha juga turut mengamini kondisi ini.

Dalam kesempatan yang sama, kajian UNICEF dengan Badan Kebijakan Fiskal menemukan bahwa 40 persen dari total jumlah anak di bawah 18 di Indonesia, jatuh miskin di 2020 karena berkurangnya pendapatan rumah tangga.

Sebanyak 25 persen rumah tangga terpaksa mengurangi biaya konsumsi dan pendidikan akibat mengalami kenaikan biaya hidup selama pandemi. Kondisi pandemi yang mengisolasi interaksi sosial pada anak-anak juga memberi dampak terhadap tumbuh kembang dan kesehatan mental anak-anak.

“Jumlah anak dan remaja yang jatuh kepada kemiskinan lebih besar dari kelompok usia lain,” ujar Martha.

Baca Juga: Arkeolog Singkap Ritual Pemakaman Nenek Sihir dan Bekal Kuburnya

Kendala pembelajaran jarak jauh

Selain masalah ekonomi dan akses kesehatan, kondisi pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dijalani anak-anak diakui masih menjadi perhatian.

Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Jumeri menyebut, masalah kesenjangan akses internet serta peran orangtua dalam PJJ ikut berpengaruh terhadap akses pendidikan anak-anak di lapangan.

“Capaian pembelajaran anak-anak kita akhirnya memiliki kesenjangan, terutama antara daerah maju dengan daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T),” kata Jumeri.

Meski demikan, Jumeri mengungkapkan bahwa Kemendibudristek terus berupaya untuk menyederhanakan kurikulum dengan materi esensial yang perlu diajarkan.

Baca Juga: Kabar Cuaca: Waspada, Bencana Alam Terjadi di Berbagai Belahan Dunia

“Kami juga menyederhanakan kurikulum agar beban belajar anak-anak kita tidak terlalu berat, sehingga hanya materi-materi yang paling esensial yang perlu diajarkan,” ujar Jumeri.

Untuk mengatasi problem PJJ, Kemendibudristek berencana untuk kembali mengadakan pembelajaran tatap muka (PTM) Terbatas apabila kondisi memungkinkan.

“Setelah situasi mereda, kita upayakan secepat mungkin agar sekolah segera melakukan  pembelajaran tatap muka terbatas,” ujar Jumeri.

Nantinya, Kemendibudristek akan mengadakan bimbingan bagi orangtua melalui bantuan sekolah di PTM Terbatas.Diharapkan dengan adanya kebijakan tersebut, baik orangtua maupun anak dapat merasa ringan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: Kabar Cuaca: Waspada, Bencana Alam Terjadi di Berbagai Belahan Dunia

“Ketika nanti sudah bisa PTM Terbatas, guru-guru juga diharapkan membimbing orang tua mengenai langkah-langkah menangani putra-putri mereka di rumah, karena kita menyadari, tidak semua orang tua punya kemampuan mendampingi putra-putrinya di rumah,” tutup Jumeri.

Hingga saat ini, pemerintah masih mempercepat pemberian vaksinasi untuk anak dan remaja berusia 12-18 tahun. Melalui agenda tersebut, kekebalan kelompok diharapkan mampu terjadi di kalangan anak dan remaja sehingga kasus positif di usia rawan dapat di tekan.