Pertama Kalinya, Astronom Temukan Bukti Uap Air di Bulan Jupiter

By Ricky Jenihansen, Selasa, 27 Juli 2021 | 12:00 WIB
Ganymede, bulan terbesar Jupiter dan di Tata Surya ini pertama kali ditemukan oleh Galileo Galilei. Untuk pertama kalinya, para astronom menemukan bukti adanya uap air di atmosfer satelit alami Jupiter, Ganymede. Satelit terbesar di Tata Surya kita. (NASA)

 

Nationalgeographic.co.id—Untuk pertama kalinya, para astronom menemukan bukti adanya uap air di atmosfer satelit alami planet Jupiter, Ganymede. Uap air ini terbentuk ketika es dari permukaan bulan menyublim, yaitu berubah dari padat menjadi gas.

Untuk diketahui, Ganymede adalah satelit alami terbesar di Tata Surya. Ganymede memiliki radius rata-rata 2.631,2 km dan luas permukaannya 87 juta km. Lebih besar dari Merkurius dan hanya sedikit lebih kecil dari Mars.

Pada penelitian kali ini, para ilmuwan menggunakan dataset baru dan arsip dari Teleskop Luar Angkasa Hubble milik Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA. Temuan tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal astronomi bergengsi, Nature Astronomy pada 26 Juli 2021.

Penelitian sebelumnya telah memberikan bukti tidak langsung bahwa Ganymede, satelit yang dianggap layak menjadi planet sendiri itu. Satelit itu mengandung lebih banyak air daripada semua lautan di Bumi. Namun, suhu di sana sangat dingin sehingga air di permukaanya membeku.

Karena kondisi tersebut, laut Ganymede, akan berada kira-kira 160 kilometer di bawah kerak. Oleh karena itu, uap air tidak akan merepresentasikan penguapan lautan itu. Para astronom kemudian memeriksa ulang pengamatan Hubble dari dua dekade terakhir untuk menemukan bukti uap air itu.

Pada 1998, Hubble's Space Telescope Imaging Spectrograph (STIS) mengambil gambar ultraviolet (UV) pertama Ganymede. Gambar itu mengungkapkan adanya pita berwarna-warni dari gas listrik yang disebut pita aurora dalam dua gambar. Gambar itu memberikan bukti lebih lanjut bahwa Ganymede memiliki medan magnet yang lemah.

Baca Juga: Seorang Astronom Amatir Mendeteksi Bulan Baru yang Mengorbit Jupiter

 

Ganymede, bulan terbesar di tata surya kita, tampak menggantung di dekat Jupiter. (NASA, JPL, University of Arizona)

Kesamaan dalam pengamatan UV ini dijelaskan oleh adanya molekul oksigen (O2). Tetapi beberapa fitur yang diamati tidak sesuai dengan emisi yang diharapkan dari atmosfer O2 murni. Pada saat yang sama, para ilmuwan menyimpulkan perbedaan ini kemungkinan terkait dengan konsentrasi oksigen atom (O) yang lebih tinggi.

Sebagai bagian dari program pengamatan besar untuk mendukung misi Juno NASA pada tahun 2018, Lorenz Roth dari KTH Royal Institute of Technology di Stockholm, Swedia memimpin tim yang mengawali penelitian untuk mengukur jumlah atom oksigen dengan Hubble. Analisis tim menggabungkan data dari dua instrumen, yaitu Cosmic Origins Spectrograph (COS) Hubble pada 2018 dan gambar arsip dari Space Telescope Imaging Spectrograph (STIS) dari tahun 1998 hingga 2010.

Yang mengejutkan mereka, dan bertentangan dengan interpretasi asli dari data tahun 1998, mereka menemukan hampir tidak ada atom oksigen di atmosfer Ganymede. Ini berarti harus ada penjelasan lain untuk perbedaan nyata dalam gambar aurora UV yang sebelumnya.

Ilustrasi satelit Ganymede dan planet Jupiter (ianm35 / stock.adobe.com)

Baca Juga: Misteri Aurora Sinar-X Kuat dari Jupiter Akhirnya Terpecahkan

Roth dan timnya kemudian melihat lebih dekat distribusi relatif aurora dalam gambar UV. Suhu permukaan Ganymede sangat bervariasi sepanjang hari, dan sekitar tengah hari di dekat daerah khatulistiwa-nya mungkin menjadi cukup hangat sehingga permukaan es melepaskan (atau menyublim) sejumlah kecil molekul air.

Faktanya, perbedaan yang dirasakan dalam gambar UV secara langsung berkorelasi dengan di mana air diharapkan berada di atmosfer satelit yang ditemukan oleh Galileo Galilei tersebut.

Menurut Roth, Uap air yang mereka ukur sekarang berasal dari sublimasi es yang disebabkan oleh pelepasan termal uap air dari daerah es yang hangat. "Sejauh ini hanya molekul oksigen yang diamati. Ini dihasilkan ketika partikel bermuatan mengikis permukaan es," katanya seperti dilansir laman resmi NASA.

Baca Juga: Ilmuwan: Satelit Jupiter Menjadi Lokasi Terbaik Mencari Kehidupan di Tata Surya

Pada tahun 1998, Spektrograf Pencitraan Teleskop Luar Angkasa Hubble mengambil gambar ultraviolet pertama Ganymede yang mengungkapkan pola tertentu dalam emisi yang diamati dari atmosfer. (Lorenz Roth/NASA, ESA)

Dengan adanya temuan tersebut, maka akan menjadi referensi untuk misi Badan Antariksa Eropa (ESA), JUICE (Jupiter Icy moons Explorer), yang akan datang. JUICE adalah misi kelas besar pertama dalam program COsmic Vision 2015-2025 ESA yang akan direncanakan untuk diluncurkan pada 2022 dan tiba di Jupiter pada 2029.

Ganymede diidentifikasi untuk penyelidikan terperinci karena menyediakan laboratorium alami untuk analisis sifat, evolusi, dan potensi kelayakhunian dunia es secara umum. Ganymede juga berperan penting sistem satelit Galilea dan interaksi magnetis dan plasmanya yang unik dengan Jupiter dan planet serta lingkungannya.

Baca Juga: Temuan Planet Nakal, Tidak Mengorbit Bintang dan 12 Kali Lebih Besar dari Jupiter

 

"Hasil (penelitian) kami dapat memberi tim instrumen JUICE informasi berharga yang dapat digunakan untuk menyempurnakan rencana pengamatan mereka guna mengoptimalkan penggunaan pesawat ruang angkasa (dalam misi tersebut)," kata Roth.

Untuk diketahui, teleskop Luar Angkasa Hubble merupakan proyek kerjasama internasional antara NASA dan ESA. Sedangkan yang mengelola teleskop tersebut adalah Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA di Greenbelt, Maryland.

Sedangkan yang operasi sains Hubble adalah Space Telescope Science Institute (STScI) di Baltimore, Maryland. STScI dioperasikan untuk NASA oleh Association of Universities for Research in Astronomy di Washington, D.C.

Baca Juga: Berbeda dengan Bumi, Hujan di Saturnus dan Jupiter Menghasilkan Berlian