Rusa Ekor Putih Amerika Ditemukan Memiliki Antibodi Virus Corona

By Fikri Muhammad, Selasa, 3 Agustus 2021 | 15:11 WIB
Penelitian baru menunjukkan rusa berekor putih menghadapi virus corona di alam liar, kemungkinan limpahan dari infeksi manusia. (BEN HASTY) (GETTY IMAGES)

Nationalgeographic.co.id—Para peneliti dari U.S. Department of Agriculture (USDA) menganalisis sampel darah 600 lebih rusa ekor putih (Odocoileus virginianus) di Michigan, Illinois, New York, dan Pennsylvania selama dekade terakhir.

Mereka menemukan bahwa 40 persen dari 152 rusa liar yang diuji dari Januari hingga Maret 2021, memiliki antibodi terhadap SARS-CoV-2, termasuk tiga rusa lain yang diteliti dari Januari 2020.

Penelitian melihat bahwa rusa-rusa itu tampak tak sakit. Mereka mungkin mengalami infeksi tanpa gejala. Jika virus beredar di spesies lain ia dapat terus berevolusi. Bisa lebih parah dan menular, sehingga melemahkan upaya untuk memperlambat pandemi.

 

Para peneliti menetapkan bahwa rusa rentan terhadap virus dan mereka dapat menularkannya satu sama lain. Tetapi para ilmuwan tidak tahu apakah infeksinya terjadi di alam atau tidak.

"Reservoir sekunder untuk SARS-CoV-2 telah terbentuk pada satwa liar di AS," kata Jüergen Richt, dokter hewan dan direktur Center on Emerging and Zoonotic Infectious Disease, Kansas State University yang dihubungi National Geographic.

Satu-satunya spesies yang telah tertular di alam liar adalah cerpelai. Meskipun kucing, anjing, berang-berang, singa, harimau, macan tutul salju, gorila, dan cougar memiliki wabah di penangkaran atau di kebun binatang. 

Daniel Bausch, pakar penyakit zoonosis yang berbasis di Swiss mengatakan, bahwa saat ini tidak ada bukti  SARS-CoV-2 memiliki efek merugikan pada rusa.

Para peneliti menetapkan bahwa rusa rentan terhadap virus dan mereka dapat menularkannya satu sama lain. Tetapi para ilmuwan tidak tahu apakah infeksinya terjadi di alam atau tidak. (GETTY IMAGES/ISTOCKPHOTO) (RT-Images)

Risiko pada orang yang berburu rusa ekor putih juga tidak tinggi menurut USDA. Meskipun para peneliti berpendapat bahwa awalnya virus melompat dari hewan ke manusia. Di mana hewan liar, di pasar Tiongkok, disembelih dan dijual untuk dimakan.

'Tidak ada bukti bahwa anda bisa terkena COVID-19 dengan memakan makanan (yang terkontaminasi), termasuk daging buruan liar," kata USDA lewat sebuah pernyataan yang diberikan kepada National Geographic.

Soal bagaimana rusa terkena virus masih belum pasti, meskipun para peneliti menduga karena terinfeksi oleh manusia.

"Beberapa kegiatan dapat membawa rusa berhubungan dengan manusia, termasuk operasi penangkaran, penelitian lapangan, pekerjaan konservasi, wisata satwa liar, rehabilitasi satwa liar, pemberian makanan tambahan, dan perburuan," tulis para peneliti USDA. 

Baca Juga: Para Ilmuwan Prediksi Adanya Varian Corona yang Dapat Melawan Vaksin

 

Kemungkinan lainnya, mereka tertular melalui air limbah yang terkontaminasi atau dari paparan spesies lain yang terinfeksi, seperti cerpelai.

Bausch berpendapat bahwa mungkin rusa tidak memiliki SARS-CoV-2. Menurutnya, tes USDA mendeteksi antibodi untuk virus corona lain. Hal itu disebut Bausch sebagai reaktivitas silang.

Akan tetapi, USDA berkata bahwa itu tidak mungkin. Pasalnya, para peneliti menggunakan tes skrinning antibodi SARS-CoV-2 yang tersedia secara komersial dan sangat akurat dengan spesies lain. Mereka juga membantu mengesampingkan kemungkinan reaktivitas silang, dengan menguji subset sampel menggunakan jenis tes antibodi kedua yang lebih spesifik untuk SARS-CoV-2. Hasil tes kedua itu mencerminkan temuan sebelumnya, bahwa tes itu betul-betul mengambil antibodi SARS-CoV-2.

Selain itu, sampel darah pra-pandemi dari rusa juga menopang hasilnya. Tingkat antibodi pada rusa kemungkinan akan serupa dalam sampel yang diambil, baik sebelum maupun setelah pandemi.

Baca Juga: Berjuang Keras untuk Menimbang Risiko Pandemi? Anda Tidak Sendirian

Sebuah studi baru mendeteksi antibodi virus corona pada 40 persen rusa yang diuji tahun ini. Berikut kisahnya mengapa itu penting. (Jeffrey Jang)

Ketika para peneliti menguji 239 sampel yang dikumpulkan sebelum Januari 2020, termasuk rusa New Jersey, mereka hanya memiliki satu tes positif dari 2019. 

Melakukan dua jenis tes memberi kepercayaan pada hasilnya. Namun, selalu ada kemungkinan bahwa reaktivitas silang menjadi masalah menurut Bausch.

Paparan virus terhadap rusa sangat bervariasi berdasarkan lokasinya. Dari empat negara bagian, Michigan memiliki presentase rusa terbesar dengan antibodi SARS-Cov-2, yakni 67 persen. Diikuti Pennsylvania 44 persen, New York 31 persen, dan Illinois 7 persen.

Sementara itu, rusa dengan antibodi virus corona juga ada di wilayah tertentu. Dengan hampir setengah dari 32 wilayah sampel tidak menunjukkan bukti paparan virus corona, 

Hasil ini menekankan perlunya pengawasan satwa liar yang berkelanjutan dan diperluas untuk menentukan signifikansi SARS-CoV-2 pada rusa yang berkeliaran bebas. Mencari virus pada predator yang memakan rusa juga penting untuk dilakukan saat ini, tulis para peneliti. 

Baca Juga: Penyakit Zombie Menyerang Rusa di AS, Dapatkah Menular ke Manusia?