Setahun Setelah Ledakan Beirut: Korban Meninggal Tak Dipedulikan

By Fikri Muhammad, Senin, 2 Agustus 2021 | 21:42 WIB
Hamze Eskandar, 25, adalah seorang tentara yang ditempatkan di pelabuhan di Beirut, Lebanon, ketika berton-ton amonium nitrat yang tersimpan meledak pada 4 Agustus 2020, menewaskan dia dan sedikitnya 215 orang lainnya. Ketiga saudara perempuannya memajang potretnya dan mengenakan medali di leher mereka yang memuat gambarnya. “Hamze adalah kebahagiaan terbesar ibu saya, dan Hamze membawanya pergi,” kata kakak tertua Hamze, Salam (tengah). “Kematiannya menghancurkannya. Dia meninggal dua bulan setelah dia.” (RENA EFFENDI) (NATIONAL GEOGRAPHIC)

Nationalgeographic.co.id—Selama setahun ini David Mellehe selalu membawa ponsel saudaranya, Ralph, yang sudah meninggal. Ia juga memakai jam tangan dan gelang hitam milik saudaranya itu. Tak lupa, tato bertulis nama orang tua yang dibuat pada Hari Ibu di tubuh Ralph, dilukis juga di tubuh David setelah Ralph meninggal.

"Saya akan membayar dengan nyawa saya, jika saya bisa melihat Ralph lagi, hanya untuk beberapa menit tidak lebih," kata David kepada National Geographic. "Hanya untuk dua menit.'

Ralph bersama sembilan rekannya di pemadam kebakaran datang untuk memadamkan kobaran api di Pelabuhan Beirut pada 4 Agustus 2020. Saat itu ia berusia 23 tahun ketika kebakaran memicu ledakan non-nuklir terbesar dalam sejarah.

Ledakan yang menimbulkan awan jamur putih di atas Beirut itu telah menewaskan sedikitnya 216 orang, melukai 6.500 orang dan memaksa ratusan ribu warga meninggalkan rumah mereka yang hancur. Pemandangan saat itu tampak seperti zona perang. 

 

Sebagian, kejadian itu terjadi karena 2.750 ton amonium nitrat meledak. Bahan peledak itu mudah terbakar dan tidak disimpan dengan benar di Gudang 12 pekabuhan sejak 2104 dengan sepengetahuan segelintir pejabat politik senior, peradilan, bea cukai, dan keamanan, tapi tidak diketahui publik.

Setahun setelah tragedi itu, belum ada yang menjelaskan bagaimana amonium nitrat menyala atau mengapa itu ada di sana. Tidak ada yang bertanggung jawab untuk menjaga kargo yang jaraknya dekat dengan lingkungan perumahan. Tidak ada jawaban dan keadilan bagi keluarga yang berduka seperti David.

'Mereka mengirim saudara laki-laki saya ke kematiannya," kata David. "Saya menyalahkan mereka yang mengirim mereka, yang membiarkan mereka pergi ke sana mengetahui apa yang ada di sana. Saya tidak tahu, anda tidak tahu, tapi beberapa orang tahu."

Bagi keluarga korban, kematian sanak keluarga begitu menyiksa dan meningkatkan kemarahan pada mereka kelas penguasa Lebanon. 

Baca Juga: Begitu Dahsyat Ledakan Beirut Lebanon sampai Atmosfer Bumi Terguncang

Puing-puing dari gudang yang hancur dalam ledakan memenuhi lanskap yang hancur. Libanon berharap, tetapi jangan berharap, bahwa penyelidikan akan mengidentifikasi para pelaku dan memberikan keadilan. Banyak yang menyerukan penyelidikan internasional yang independen. (RENA EFFENDI) (National Geographic)

Alih-alih mendorong kebenaran dan akuntabilitas, kelas penguasa Lebanon telah melindungi dirinya sendiri, menghalangi penyelidikan yudisial yang sedang berlangsung dencan menolak untuk mencabut kekebalan pejabat ang ingin dipertanyakan oleh hakim.

Para politisi dan kroninya di peradilan bekerja sama untuk menggulingkan hakim pertama yang menyelidiki kasus tersebut setelah dia berani mendakwa beberapa menteri hingga perdana menteri.

Bagi David dan banyak orang Lebanon lainnya yang selamat dari trauma, ledakan itu bukan di masa lalu, itu masih bersama mereka menjadi luka yang tak sembuh. Itu bukan tragedi kemarin, tetapi tragedi yang sedang berlangsung dan diperparah oleh kelas penguasa, politisi, dan pejabat keamanan serta peradilan.

Baca Juga: Ahli: Ledakan di Beirut Setara dengan Kekuatan Ratusan Ton TNT

David Mellehe duduk di dekat foto saudaranya Ralph yang ditempel di loker Ralph di markas brigade pemadam kebakarannya. Ralph meninggal ketika dia dan rekan-rekan petugas pemadam kebakaran menanggapi ledakan tersebut. “Saya tidak bisa menerima bahwa saya menerima saudara laki-laki saya berkeping-keping, dan tidak semuanya. Peti matinya dibebani dengan batu bata dan kantong pasir dan ditutup rapat,” kata David. “Aku tidak bisa tinggal diam tentang itu.” (RENA EFFENDI) (NATIONAL GEOGRAPHIC)

 

Bagi orang Lebanon, ledakan itu adalah manifestasi paling parah dari penderitaan mereka di bawah kepemimpinan negara itu. Oligarki sangat salah mengelola negara sehingga telah mendorong Lebanon ke dalam apa yang Bank Dunia sebut sebagai "depresi yang disengaja", sebuah krisis yang menempati negara itu dalam 10 atau tiga peringkat teratas krisis paling parah secara global sejak pertengahan abad ke-19. 

Negara itu tidak memiliki kemudi sejak perdana menteri dan kabinetnya mengundurkan diri setelah ledakan. Pemerintah baru belum terbentuk karena pertikaian politik dan perselisihan pribadi. 

Mata uang mereka telah kehilangan lebih dari 90 persen nilainya. Bank telah memberlakukan batas penarikan bulanan yang ketat. Orang-orang telah kehilangan tabungan hidup mereka dan hiperinflasi tiga digit telah terjadi. Menurut UNICEF, sepertiga dari anak-anak di Lebanon akan tidur dalam keadaan lapar. 

Baca Juga: Apa Itu Amonium Nitrat dan Mengapa Ia Bisa Ciptakan Ledakan Dahsyat?