Kenapa Hewan Mengenal Angka Tetapi Cuma Manusia Bisa Matematika?

By Fikri Muhammad, Jumat, 6 Agustus 2021 | 09:00 WIB
Kepekaan terhadap angka bukanlah hal unik yang hanya dimiliki manusia. Hewan juga dapat melihat dan bertindak berdasarkan rangsangan numerik. (FREEPIK)

Nationalgeographic.co.id—Menghitung terasa amat mudah bagi orang dewasa. Jika kita memikirkannya, berhitung adalah penemuan yang luar biasa. Itu membantu manusia purba untuk berdagang, membagi makanan, dan mengatur peradaban baru.

Namun demikian, kepekaan terhadap angka bukanlah hal unik yang hanya dimiliki manusia. Guppy kecil, lebah madu, hyena, dan anjing telah ditemukan dapat melihat dan bertindak berdasarkan rangsangan numerik. 

Seorang peneliti kognisi numerik, Silke Goebel dari University of York mengatakan bahwa manusia dan hewan sebenarnya memiliki beberapa kemampuan numerik yang luar biasa. Membantu mereka membuat keputusan cerdas di mana harus makan dan berlindung. Akan tetapi, ketika bahasa memasuki gambar, manusia lebih unggul dari hewan, bagaimana kata-kata dan angka mendukung dunia matematika maju kita. 

 

Bayi manusia berusia sepuluh bulan sudah mulai memahami angka. Namun, ada batasan untuk keterampilan numerik mereka. Seperti mendeteksi perubahan angka antara satu dan tiga. Misalnya satu apel dikeluarkan dari tiga apel. Keterampilan ini dimiliki oleh banyak hewan dengan otak yang jauh lebih kecil, seperti ikan dan lebah.

Sistem numerik awal membantu bayi dan hewan memahami jumlah sekumpulan kecil objek tanpa harus benar-benar menghitung. Mungkin bergantung pada sistem memori kerja atensi internal.

Saat tumbuh dewasa, manusia bisa memperkirakan angka yang jauh lebih tinggi tanpa mengacu pada bahasa. Bayangkan jika kita adalah seorang yang kelaparan dan melihat dua semak. Satu dengan 400 buah beri redcurrant dan yang lainnya 500. Lebih baik mendekati semak dengan buah yang banyak. Sangat membuang waktu untuk menghitung buah beri di setiap semak satu per satu. 

Kita memperkirakan angka besar secara tidak tepat. Goebel menyebutnya sebagai "sistem angka perkiraan".

Baca Juga: Teori Matematika Berusia 150 Tahun Tampaknya Salah Setelah Diuji Lagi

Studi mengatakan bahwa gagak mampu membuat estimasi numerik. (SHUTTERSTOCK)

"Ada keuntungan evolusioner yang jelas bagi mereka yang dengan cepat memilih sumber makanan yang paling melimpah, tidak mengherankan bahwa ikan, burung, lebah, lumba-lumba, gajah, dan primata ditemukan memiliki sistem bilangan perkiraan," tulis Goebel di The Conversation

Pada manusia, ketepatan sistem ini meningkat seiring dengan perkembangan. Bayi yang baru lahir dapat memperkirakan perbedaan jumlah pada rasio 1:3, sehingga akan dapat membedakan semak dengan 300 buah beri lebih banyak dari 100. Saat dewasa, sistem ini diasah dengan rasio 9:10. Meskipun kedua sistem ini muncul di berbagai hewan, termasuk manusia muda, bukan berarti sistem otak di belakang mereka sama.

Baca Juga: Authai, Gajah Asia yang Bisa Mengerjakan Soal Matematika dengan Baik

Semakin lama, selera kita untuk angka tumbuh. Kita mulai menggunakan sistem simbolis yang lebih maju untuk mewakili angka-angka. (Francescoch)

Akan tetapi, melihat begitu banyak spesies hewan dapat mengekstrak informasi numerik, tampaknya kepekaan terhadap angka berevolusi di banyak spesies sejak lama.

Apa yang membedakan kita dari hewan adalah kemampuan kita untuk mewakili angka dengan simbol, tutur Goebel. Tidak jelas kapan manusia melakukan ini, meskipun tanda yang dibuat pada tulang hewan oleh kerabat Neanderthal kita 60.000 tahun lalu adalah contoh arkeologi pertama dari penghitungan simbolis. 

Proses menghitung mungkin sudah dimulai dengan bagian tubuh kita. Jari adalah alat hitung alami, tapi terbatas pada sepuluh. Sementara, sistem penghitungan tradisional Yupno di Papua Nugini memperluasnya menjadi 33 bagian dengan menghitung bagian tubuh tambahan. Dimulai dengan jari kaki, telinga, mata, hidung, lubang hidung, puting susu, pusar, testis, dan penis.

Baca Juga: Memiliki Kepintaran, Lebah Mampu Memahami Soal Matematika Dasar

Semakin lama, selera kita untuk angka tumbuh. Kita mulai menggunakan sistem simbolis yang lebih maju untuk mewakili angka-angka.

"Saat ini, kebanyakan manusia menggunakan sistem angka Hindu-Arab untuk menghitung. Penemuan yang luar biasa, ia hanya menggunakan sepuluh simbol (0-9) dalam sistem posisi untuk mewakili serangkaian angka yang tak terbatas," kata Goebel. 

Ketika anak manusia memperoleh arti angka numerik, mereka sudah tahu kata-kata angka. Memang, kata-kata untuk angka yang dihasilkan anak-anak biasanya kecil, membaca urutan seperti "satu-dua-tiga-empat-lima" dengan mudah.

Pembelajaran kata bilangan juga dibentuk oleh lingkungan. Munduruku, suku asli di Amazon, memili sedikit kata untuk angka pasti. Sebaliknya, mereka menggunakan kata perkiraan untuk menunjukkan jumlah lain, seperti "beberapa" dan "banyak". Di luar kosakata jumlah kata yang tepat, kinerja perhitungan Munduruku selalu mendekati. Ini menunjukkan bagaimana lingkungan bahasa yang berbeda memengaruhi akurasi orang dalam memberi nama angka pasti. 

Baca Juga: Cara Meningkatkan Kemampuan Matematika Anak: Latih Kognitif Mereka

Angka-angka Bakhshali yang berusia 1.500 tahun ini menggambarkan sistem numerik kita saat ini. (WIKIMEDIA)

Banyak anak-anak dan orang dewasa berjuang dengan matematika. Tapi apakah salah satu dari sistem bilangan ini terkait dengan kemampuan matematika?

Dalam satu penelitian American Psychological Association anak-anak pra-sekolah dan sistem bilangan bilangan yang lebih tepat ditemukan mampu melakukan aritmatika dengan baik di tahun berikutnya dibanding rekan mereka dengan sistem bilangan perkiraan yang kurang tepat. Namun secara umum, efek ini kecil dan kontroversial.

Kemampuan untuk berpindah dari kata angka yang diucapkan (dua puluh lima) ke simbol angka tertulis (25) adalah prediktor keterampilan aritmatika yang lebih andal pada anak sekolah dasar. Sekali lagi, menurut Goebel, ini menujukkan bahwa bahasa memainkan peran sentral dalam cara manusia menghitung. 

"Sementara hewan dan manusia secara rutin mengekstrak informasi numerik dari lingkungan mereka, bahasalah yang pada akhirnya membedakan kita - membantu kita tidak hanya memilih semak yang paling sarat dengan buah beri, tetapi juga melakukan jenis perhitungan yang menjadi dasar peradaban," tutur Goebel. 

Baca Juga: Buku Matematika 140 Tahun Ungkap Kondisi Kehidupan Indonesia Kuno