Nationalgeographic.co.id—Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan bahwa mereka sedang menyelidiki potensi penyemprotan "aerosol sulfat" di permukaan bumi untuk mengurangi dampak sinar matahari sehingga bisa menurunkan suhu global. PBB menyampaikan pengumuman tersebut pada Senin pekan lalu saat merilis laporan yang mengkhawatirkan tentang pemanasan global dan perubahan iklim.
Dalam laporan tersebut, PBB memperingatkan bahwa "gelombang panas yang mematikan, badai besar, dan cuaca ekstrem lainnya" akan semakin sering terjadi di Bumi jika langkah-langkah dramatis buatan manusia untuk mencegah perubahan iklim tidak segera dilaksanakan.
Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) PBB menerbitkan laporan kontroversial tersebut dengan tidak ragu-ragu menyalahkan umat manusia atas bencana alam yang semakin terjadi di bumi. Mereka juga mendorong Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk mendesak pemberlakuan larangan total atas penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil.
Dalam laporan tersebut, PBB juga menyatakan bahwa mereka secara aktif menyelidiki "teknik kontroversial" geoengineering untuk mengendalikan dan membalikkan kenaikan suhu global.
Pelepasan bahan kimia tertentu yang disengaja ke atmosfer bumi, yang menurut IPCC, dapat menurunkan suhu rata-rata global bumi, adalah salah satu kemungkinan geoengineering yang sedang dieksplorasi secara serius. Namun teknik ini telah membuat beberapa ilmuwan merasa khawatir.
Banyak ahli telah menyatakan keprihatinan bahwa umat manusia mulai "bermain-main" dengan iklim bumi. Mereka memperingatkan bahwa eksperimen tersebut mungkin memiliki implikasi bencana bagi umat manusia.
Menurut sebuah studi, umat manusia memang mungkin menyemprotkan aerosol sulfat ke stratosfer, lapisan atmosfer dengan ketinggian antara 20 hingga 25 kilometer atau 12 hingga 16 mil dari atas permukaan bumi. Aerosol sulfat adalah partikel-partikel kecil yang memantulkan sinar matahari sehingga penyemprotan itu diharapkan bisa membuat lebih banyak sinar matahari kembali ke luar angkasa dan menurunkan suhu global.
Baca Juga: Sains Terbaru, Perubahan Iklim Ubah Sumbu Bumi & Menipiskan Stratosfer
Govindasamy Bala, peneliti dari Indian Institute of Science yang menjadi penulis utama studi tersebut, menyatakan bahwa sains mamang dapat menyemprotkan aerosol sulfat ke atmosfer.
Namun, ia memperingatkan bahwa partikel-partikel ini memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan dari penurunan curah hujan rata-rata. Oleh karena itu, untuk mengimbangi dampak tersebut dengan meningkatkan curah hujan, pendekatan alternatif harus dirancang untuk mencairkan awan bagian atas.
"Saya yakin pertanyaan penting berikutnya adalah apakah Anda ingin melakukannya atau tidak..." ujarnya seperti dilansir Nature World News. "Ketidakpastian, masalah moral, masalah etika, dan tata kelola" semuanya terlibat, katanya.
Dia juga mencatat bahwa beberapa tempat mungkin mendapat manfaat dari Bumi yang berpotensi menjadi lebih dingin karena tindakan semacam itu. Namun, di sisi lain, pihak lain akan sangat dirugikan jika semua sinar matahari dipantulkan karena pada dasarnya sinar matahari akan sangat diperlukan bagi pertanian dan peternakan.
Paulo Artaxo, ilmuwan lingkungan dari University of Sao Paulo yang juga menjadi penulis utama studi tersebut, mengklaim bahwa "ilmu pengetahuan tidak cukup berkembang" untuk melaksanakan geoengineering.
"Setiap pendekatan geoengineering yang ada dapat memiliki konsekuensi negatif yang serius ... Oleh karena itu, masyarakat harus memeriksa apakah konsekuensi negatifnya terlalu parah untuk membenarkan strategi apa pun."
Industri-industris globalis telah berada di garis depan dalam penelitian tentang metode geoengineering kontroversial untuk memodifikasi iklim secara artifisial. Beberapa metode yang dipertimbangkan antara lain dengan menyemprotkan aerosol sulfat atau bahkan menempatkan pesawat luar angkasa besar di atas planet ini untuk menghalangi sinar matahari.
Baca Juga: Perubahan Iklim Mengancam Ketahanan Pangan Sektor Perikanan Indonesia
Sebagian besar lobi untuk tindakan semacam itu didanai oleh orang-orang seperti Bill Gates. Dia bekerja sama dengan para ilmuwan pada tahun 2012 untuk secara terbuka mendukung dan mengadvokasi "metode geoengineering seperti menyemprotkan jutaan ton partikel sulfur dioksida reflektif pada ketinggian 30 mil di atas bumi" untuk mencapai efek ini.
Saat ini, tampaknya ada kesepakatan di antara orang-orang seperti Bill Gates yang mendorong perlunya tindakan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Mereka yang ingin melaksanakan apa yang disebut "Kesepakatan Baru Hijau (Green New Deal)" untuk menghapus penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap dalam jangka pendek.
Namun, beberapa orang berpikir tindakan ini justru dapat mengakibatkan situasi yang benar-benar bencana di seluruh dunia, termasuk runtuhnya seluruh ekonomi lama. Bersamaan dengan itu, penghapusan penggunaan bahan bakar fosil yang selama ini jadi tumpuan utama transportasi itu mungkin juga akan menyebabkan kegagalan besar yang membuat jutaan orang terisolasi di seluruh planet ini.
Baca Juga: Pemanasan Global: Sebagian Wilayah Asia Akan Sepanas Gurun Sahara