Perang Uni Soviet-Afganistan, Awal Kisah Perlawanan Taliban

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 17 Agustus 2021 | 14:00 WIB
Seorang milisi Mujahidin pada 1 April 1984 di perkemahan dekat Wana, Afghanistan. Mereka bersiap atas kepulangan Uni Soviet dari tanah air mereka, meski masalah perang saudara tak kunjung selesai. Berikutnya, kalangan Mujahidin akan membentuk organisasi Taliban untuk melanjutkan perlawanan. (Christopher Gunnes/AP)

 

Kelompok Mujahidin terpaksa untuk membangun titik pasokan dan distribusi ke dalam areal Afganistan untuk meringkankan permasalahan logistik yang rumit karena medan. Kebanyakan titik tersebut berada di kawasan terpencil di pegunungan dan ngarai seperti Tora Bora, Zhawar dan lembah Sharikot.

Situs-situs ini merumitkan mobilitas Mujahidin. Di sisi lain membuat Uni Soviet dapat mengetahui target lemah mereka, meski tidak mudah. Kesulitan Soviet adalah mereka harus menyediakan basis keamanan yang membutuhkan sekitar 85 persen dari kekuatannya bersama tentara Afganistan.

Ancaman pada pihak Soviet sejak kedatangannya tahun 1980 adalah penyakit yang membuat 60 persen anggota bantuan dirawat di rumah sakit. Penyakitnya antara lain shigelosis, amubiasis, tifus, kolera, hepatitis, dan penyakit yang ditularkan lewat air lainnya.

Maka pada 1984, perang yang berkecamuk adalah di bidang logistik di masing-masing pihak, tulis Grau. Mereka saling berusaha mencekik logistik sambil berusaha untuk mempertahankan pasokan yang layak.

Baca Juga: Perempuan Afganistan

Tentara Soviet mundur dari Afghanistan pada 15 Februari 1989. (Vitaly Armand/AFP)

Setahun kemudian, Mikhail Gorbachev berkuasa di Uni Soviet. Dia melancarkan militer ke Afganistan yang paling sadis, yang sebenarnya menyebabkan pihak Mujahidin kacau balau, tetapi tidak disadari Soviet sendiri.

Dalam arsip keterangan Amerika Serikat tahun 2005, kekuatan Mujahidin kian menguat dengan satuan Arab-Afganistan. Kelompok ini oleh Presiden Ronald Reagan dianggap 'pejuang kebebasan' yang terdiri dari kalangan Muslim dunia untuk jihad melawan komunis. Salah satu gerilyawan tersebut adalah Osama bin Laden.

Gerilya Mujahidin berlanjut hingga 1987, hingga akhirnya Gorbachev menyerukan 'Afganisasi' perang dan penarikan pasukan Soviet dari Afganistan. Pasukan tempur Soviet terakhir yang meninggalkan Afganistan terjadi pada 15 Februari 1987.

Baca Juga: Melongok Penjara Mewah untuk Terpidana Teroris di Arab Saudi

Malala Yousafzai, usia 18 tahun saat foto ini dibuat, yang menjadi korban penembakan oleh Taliban tepat di kepalanya. (Andrew Burton/Getty Images)

Kepergian Uni Soviet menyisakan perang saudara yang terus berkecamuk di Afganistan antara pemerintahan di Kabul dan para Mujahidin selama 1989 hingga 1992. Ketika Uni Soviet runtuh, Rusia juga enggan membantu karena pemerintahan yang baru enggan membantu komunis.

1993, Burhanuddin Rabbani menjadi presiden sementara, yang mengakibatkan kecemburuan pada pihak Mujahidin dalam situasi rekonsiliasi. Kondisi menyebabkan Mujahidin pada September 1994 membuat kelompok fundamentalis Islam Taliban, dan menyebar lewat kelompok santri etnis Pashtun yang menginginkan keadilan berdasarkan syariat Islam.

Kekalahan Soviet sendiri menurut Grau dan Michael Gress dalam the Afghan War di jurnal Modern War Studies menyebutnya sebagai Perang Vietnamnya Uni Soviet.

Baca Juga: Sejarah Taliban yang Membangun Negara Islam Fundamental di Afganistan