Namun, ada beberapa hal yang diidentifikasi bahwa ia spesifik kura-kura purba. Yakni tulang rahang atas, misalnya. Bagian itu memiliki kemiripan yang cukup kuat dengan Nanhsiungchelyids, tutur Zelenitsky.
Kelompok kura-kura itu punah bersama semua dinosaurus non-unggas sekitar 66 juta tahun lalu, ketika sebuah asteroid kolosal meluncur ke Bumi. Tabrakan itu mengirimkan ledakan energi yang melemparkan batu panas yang mendesis ke langit. "Apapun yang ada di permukaan akan mendidih," ucap Lyson.
Tetapi "kebanyakan kura-kura berlayar melewati" kepunahaan, tambahnya. Itu termasuk kura-kura sungai air, kerabat Nanhsiungchelyids. Selain itu, makanan juga mungkin berperan dalam kehancuran kura-kura, karena ia pemakan tumbuhan dan pola makan yang terbatas akan menyulitkanya pasca-benturan.
Cangkang telur kura-kura yang tebal seperti Nanhsiungchelyids tidak terlihat lagi. Mungkin, cangkan tebal tidak cocok dengan perubahan dramatis di lingkungan. Tetapi informasi lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui dengan tepat mengapa cangkang tebal menghilang.
Analisis baru ini merupakan pengingat penting tentang seberapa jauh paleontologi telah berkembang, ucap Emma Schahcner, ahli biologi evolusioner di Louisiana State University. Tanpa menghancurkan fosil, para ilmuwan di masa lalu hanya dapat mempelajari bagian luarnya. Tapi sekarang dunia telah memiliki rekonstruksi digital.
Namun demikian, pekerjaan itu juga menunjukkan bahwa masih banyak yang harus dipelajari tentang kura-kura purba. Lyson mengatakan bahwa sedikit peneliti mencurahkan waktunya mempelajari kura-kura purba ketimbang dinosaurus. Ia berharap penemuan fosil embrio seperti ini akan membantu menginspirasi generasi baru untuk mengurai bagaimana mahluk ini muncul. "Yang kita butuhkan adalah lebih banyak pekerja fosil kura-kura yang baik," katan Lyson.
Baca Juga: Singkap Evolusi, Inilah Alasan Sebenarnya Kura-kura Memiliki Tempurung