Nationalgeographic.co.id—Abad ke-20, di Hindia-Belanda sedang populer anjing sebagai hewan peliharaan yang tren dikalangan remaja Eropa Hindia-Belanda. Budi Gustaman dalam tulisannya berjudul Kesejahteraan Anjing dalam Pemberantasan Wabah Rabies di Hindia-Belanda, publikasi tahun 2019, menggambarkan kondisi Hindia-Belanda pada abad ke-20.
"H.W. Ponder, seorang perempuan berkebangsaan Inggris, memberikan suatu kesan terkait kebiasaan anak muda (Eropa) di era 1930-an, yang memiliki kebiasaan 'jalan-jalan' bersama anjing peliharaannya. Ponder melihat anjing-anjing seperti jenis Asaltian, Peking, Jepang, dan King Charles sebagai peliharaan mewah yang memiliki kandang bagus dan besar," tulisnya.
Anjing yang dipelihara oleh orang-orang Eropa terurus dengan baik, karena memang berasal dari jenis yang bagus dan harganya cukup mahal. Berbeda dengan anjing kampung yang umumnya berasal dari jenis Paria India (kasta terendah dalam sistem sosial India) ataupun jenis mongrels Bali, yang terkesan kotor dan tidak terawat. Anjing-anjing ini lah yang dianggap menjadi penyebab meluasnya wabah rabies sejak akhir abad ke-19, terutama di Jawa dan Sumatra.
Baca Juga: Pemasangan Mikrocip Sebagai Identitas Hewan Peliharaan di Jakarta
Michael P. Ward dalam tulisannya yang dimuat dalam Elsevier berjudul Rabies in the Dutch East Indies a century ago – A spatio-temporal case study in disease emergence, publikasi tahun 2014 menjelaskan bahwa rabies terus menyebar ke seluruh kepulauan Indonesia. Selama 20 tahun terakhir, beberapa pulau (termasuk Flores, Ambon, dan Bali) yang secara historis bebas rabies, telah terinfeksi. Namun, Hindia-Belanda telah terinfeksi sejak tahun 1880-an.