Menelusuri Permulaan dan Pergeseran Makna dari Istilah Jongos

By Galih Pranata, Jumat, 3 September 2021 | 11:00 WIB
Para djongos Sunda dan pelayan di Hotel Keijzer di Buitenzorg (sekarang Bogor). (Metz/KITLV)

Ya, jongos di era itu memang lekat sekali dengan karakteristik budak. Tepatnya di Sulawesi Selatan, perbudakan telah marak, begitu juga dengan jual beli budak. "Orang Belanda disana, telah banyak melibatkan budaknya untuk membantu pekerjaan rumah tangga, pekerja di gudang-gudang dan kapal, serta sebagai simbol untuk menaikkan status mereka" tulisnya.

Pada periode-periode tersebut, kebanyakan para budak dimiliki oleh orang-orang Eropa. Budak digunakan sebagai instrumen yang digunakan mereka untuk memamerkan kekayaan. Pada poster periklanan, para budak mengisi kemampuan personal mereka secara khusus, seperti juru masak, juru lampu, pelayan, pembantu rumah tangga, penjahit, pesuruh, penyetrika pakaian, pembuat sambal, pembuat roti, pembuat teh, dan kusir.

Baca Juga: Jejak Sejarah Rabies, Gigitan Anjing Gila Mengancam Hindia-Belanda

Rijsttafel Keluarga Meyer saat liburan Natal di Lawang dekat Malang. Tampak seorang jongos melayani mereka. (KITLV)

Pada era berdirinya VOC sejak abad ke-17, para anak laki-laki menjadi awal dari perbudakan. Anak-anak tersebut mulai mengerjakan pekerjaan rumah tangga, menjadi pelayan hotel, hingga menggali kanal dan mendirikan bangunan. Para anak laki-laki tersebut disebut dengan huisjongen yang kemudian akrab dengan istilah jongens.

Achmad Sunjayadi dalam tulisannya berjudul Pelayan Pribumi dalam Akomodasi Turisme di Hindia-Belanda, publikasi 2018, menuliskan tentang adanya pergeseran makna yang diciptakan terjadi memasuki abad ke-20. 

Baca Juga: Selidik Rijsttafel, Sajian Bersantap Kelas Atas di Hindia Belanda

Para lelaki muda, jongens, satu per satu menyajikan menu Rijsttafel di restoran Hotel der Nederlanden di Batavia. Kata 'jongens' diserap dalam bahasa kita sebagai jongos. (KITLV)

Jongens yang ditujukan kepada panggilan anak laki-laki di era Belanda, kemudian malah berubah maknanya dengan banyaknya perbudakan saat itu. Para masyarakat pribumi kemudian mengistilahkan jongens dengan djongos atau jongos.

Hal ini juga serupa dengan adanya istilah baboe. "Kata baboe berasal dari mbah iboe, khususnya yang bertugas merawat anak" tulisnya. Istilah ini pada awalnya memiliki arti pengasuh anak. Selain bertugas bertanggung jawab di kamar, para baboe mengurus anak-anak majikan mereka, para sinyo dan noni. Umumnya para pelaku baboe adalah ibu-ibu atau wanita dewasa.

Baca Juga: Kartu Pos Potret Kehidupan Jawa: Pesan Hindia Belanda ke Penjuru Dunia