Singapura Gunakan Serangga untuk Mengubah Sampah Menjadi Harta Karun

By Agnes Angelros Nevio, Rabu, 1 September 2021 | 11:00 WIB
Belatung dapat digunakan untuk mengobati luka. (fiulo/Getty Images/iStockphoto)

 

Nationalgeographic.co.id—Seorang peternak yang berbasis di Singapura, Chua Kai-Ning, menghabiskan banyak waktunya untuk memastikan bahwa hewan ternaknya diberi makan dengan baik dan tumbuh dengan cepat. Akan tetapi, dia bukanlah petani biasa, dan hewan ternaknya pun bukan hewan biasa.

Chua dan rekannya, Phua Jun Wei, mendirikan Insectta pada 2017. Mereka berjuang melawan krisis limbah makanan Singapura dengan bantuan sekutu yang tidak terduga: larva lalat tentara hitam.

"Konsep utama di balik pendirian Insectta adalah tidak ada yang sia-sia," kata Chua. "Sampah dapat dijadikan sebagai sumber daya jika kita mengubah cara kita berpikir tentang metode produksi kita, dan bagaimana kita menangani sampah," lanjutnya.

Pada 2020, Singapura menghasilkan 665.000 metrik ton sampah makanan dan hanya 19% dari sampah tersebut yang berhasil didaur ulang.

Chua mengatakan perusahaannya bisa memberi makan belatung lalat tentara hitam hingga delapan ton sisa makanan per bulan, termasuk produk yang diterima dari limbah pabrik kedelai dan tempat pembuatan bir, seperti okara dan biji-bijian bekas.

Tugasnya kemudian untuk mengeringkan belatung dan diubah menjadi pakan ternak, kemudian mengubah kotoran serangga menjadi pupuk pertanian.

Meskipun ada banyak perusahaan yang menggunakan serangga untuk mengelola limbah, termasuk Goterra, Better Origin, dan AgriProtein, Insectta mengekstrak lebih banyak produk pertanian dari lalat tentara hitam tersebut. Dengan pendanaan dari Trendlines Agrifood Fund dan dana dari pemerintah, Insectta memperoleh biomaterial bernilai tinggi dari produk sampingan larva ini.

"Selama proses R&D, kami menyadari bahwa banyak biomaterial berharga yang sudah memiliki nilai pasar yang tinggi dan dapat diekstraksi dari lalat ini," kata Chua dilansir dari CNN Business. perusahaannya ini berharap biomaterialnya dapat merevolusi industri produk berbasis serangga yang berkembang dan mengubah cara kita memandang limbah.

Baca Juga: Yarchagumba, Jamur Ulat yang Terancam Punah Akibat Perubahan Iklim

Insectta adalah perusahaan biotek Black Soldier Fly pertama di Singapura. Foto: Larva Black Soldier Fly dipelihara di peternakan Jalan Penjara. (Toh Ee Ming/Insectta)
 

Biomaterial dari Serangga. Saat belatung beranjak menjadi dewasa, mereka membentuk kepompong, dan akan muncul sekitar 10 hingga 14 hari kemudian sebagai lalat dewasa. Insectta telah mengembangkan teknologi eksklusif untuk mendapatkan biomaterial dari kerangka luar yang mereka tinggalkan.

Salah satu biomaterial tersebut adalah kitosan, zat antimikroba dengan sifat antioksidan yang terkadang digunakan dalam produk kosmetik dan farmasi. Insectta bertujuan untuk menghasilkan 500 kilogram kitosan sehari dan sekarang bekerja sama dengan Spa Esprit Group yang berbasis di Singapura untuk penggunaan kitosan dalam produk pelembabnya.

Insecta juga bekerja sama dengan merek masker wajah Vi-Mask, yang berharap dapat menggunakan kitosan black soldier fly untuk membuat lapisan antimikroba dalam produknya.

Saat ini, Vi-Mask menggunakan kitosan dari cangkang kepiting di lapisan masker wajahnya. Perusahaan mengatakan bahwa peralihan ke kitosan berbasis serangga adalah langkah yang ramah lingkungan, karena kitosan Insectta lebih ramah lingkungan.

 Baca Juga: Studi Baru Mengungkap Dampak Lampu Jalan terhadap Populasi Ngengat

Sumber yang Lebih Mudah Didapatkan. Saat ini, cangkang kepiting merupakan salah satu sumber utama kitosan, menurut Thomas Hahn, peneliti dari Fraunhofer Institute for Interfacial Engineering and Biotechnology IGB di Jerman.

Hahn telah mempelajari produksi kitosan berbasis serangga dengan insinyur kimia dan ahli biologi Susanne Zibek. Menurut Zibek, kitosan bisa menggantikan pengental dan pengawet sintetis dalam kosmetik.

Ekstraksi kitosan dari kerang melibatkan proses kimia dan air dalam jumlah besar. Chua mengatakan bahwa teknik ekstraksi Insectta melibatkan lebih sedikit bahan kimia, seperti natrium hidroksida, daripada proses ekstraksi tradisional, menjadikannya alternatif yang lebih mudah didapatkan.

Zibek mengatakan pasar biomaterial serangga akan tumbuh karena perusahaan berupaya mengurangi dampak lingkungan mereka.

"Ada perubahan dalam kesadaran konsumen, dan orang menginginkan produk yang ramah lingkungan," tambahnya. “Kita bisa mendukungnya dengan mengganti produk sintetis dengan kitosan.”

 Baca Juga: Sejak Peristiwa Terbentuknya Bumi, Inilah Makhluk Tertua di Daratan

Chua Kai-Ning, Chief Marketing Director of Insectta, dengan beberapa kepompong di dalam ruang kawin yang menampung satu juta lalat tentara hitam. (LIM YAOHUI/INSECTTA)

Mengatasi ‘Faktor Kotor’. Untuk memperluas pasar bahan lalat tentara hitam, Insectta perlu mengubah stigma terhadap serangga.

"Ketika orang memikirkan belatung, hal pertama yang mereka pikirkan adalah belatung merupakan hewan menjijikkan dan berbahaya bagi manusia," kata Chua. "Dengan mengutamakan manfaat yang di hasilkan dari serangga ini, kita dapat mengubah 'faktor kotor' orang-orang."

Ada perdebatan ilmiah yang sedang berlangsung tentang kesadaran serangga. Namun Phua mengatakan memelihara lalat tentara hitam lebih manusiawi dan berkelanjutan daripada memelihara ternak, karena serangga membutuhkan lebih sedikit air, energi, dan ruang untuk tumbuh.

bagaimanapun, jika dipikirkan lagi Serangga memang berencana untuk menjual telur mereka ke peternakan lalat tentara hitam lokal, dan mengumpulkan eksoskeleton yang diproduksi oleh peternakan ini untuk kemudian mengekstrak biomaterial.

"Kami tidak hanya ingin serangga memberi makan dunia," tambah Phua, "kami ingin serangga memberi kekuatan pada dunia."

Baca Juga: Cantiknya Lebah 'Pelangi' Australia, Terbang Sampai Indonesia