Bir Sudah Ada di Zaman Kuno, Mari Lihat Peradaban yang Doyan Mabuk

By Fikri Muhammad, Rabu, 1 September 2021 | 18:00 WIB
Bir banyak dikonsumsi oleh masyarakat kuno. Dari Tionghoa, Sumeria, hingga Mesopotamia. (HISTORICALEVE)

Nationalgeographic.co.id—Minuman keras yang dikenal sebagai bir diambil dari bahasa latin bernama bibere (dengan cara Jeman 'bier') yang berarti minum. Spanyol juga memilikinya, yakni kata cerveza atau dalam latin cerevisia. Penamaan ini tanda bahwa manusia telah menikmati minuman itu sejak lama. 

Beberapa informasi mengatakan bahwa bir berasal dari Romawi, tapi ternyata ia ada ribuan tahun sebelumnya. Orang-orang Tionghoa pernah menyeduh sejenis bir yang dikenal sebagai kui pada 7000 SM, tapi produk paling populer dikreditkan ke Sumeria di Mesopotamia. Kemungkinan besar dimulai lebih dari 10.000 tahun yang lalu, kata laman World History Encyclopedia.

Selain itu, situs yang dikenal sebagai Godin Tepe (Iran Moderen) telah memberi bukti pembuatan bir sejak 3500 - 3100 SM. Sementara, situs yang digali di Sumeria menunjukkan tanggal yang lebih awal berdasarkan keramik yang dianggap sebagai sisa kendi bir dan residu di wadah kuno. Meski demikian, tanggal 4000 SM biasanya diberikan untuk pembuatan bir.

Melalui perdagangan, bir kemudian datang ke Mesir dan mereka menambah proses aslinya, menciptakan produk yang lebih ringan dan mendapat popularitas yang besar. Meskipun kemudian bir dikenal oleh Yunan dai Romawi, tapi ia tak pernah mendapat pengikut setia karena mereka lebih suka anggur dan menganggap bahwa bir adalah minuman 'barbar'.

Melalui beberapa penafsiran, penemuan pembuatan bir di Godin Tepe ialah ketika masa pertamian pertama kali dikembangkan di wilayah tersebut. Sementara beberapa ahli berpendapat bahwa bir ditemukan secara tidak sengaja melalui biji-bijian yang digunakan untuk pembuatan roti yang difermentasi, yang lain mengklaim bahwa hal itu mendahului roti sebagai makanan pokok dan dikembangkan dengan sengaja sebagai minuman keras. Seorang sarjana, Max Nelson pernah menulis:

"Buah-buahan secara alami berfermentasi melalui tindakan ragi dan campuran alkohol yang dihasilkan sering dicari dan dinikmati oleh hewan. Manusia pra-pertanian di berbagai daerah dari Periode Neolitik pasti juga mencari buah-buahan yang memfermentasi dan bahkan mungkin mengumpulkan buah-buahan liar yang mereka harapkan akan memiliki efek-efek fisik menarik (yang memabukkan) jika dibiarkan di udara terbuka," dikutip oleh World History Encyclopedia

Baca Juga: Di Balik Jalur Perdagangan Rempah Nusantara, Ada Peran Perempuan Hebat

Tablet dari Mesopotamia yang menggambarkan sebuah kuil mengeluarkan jatah harian bir. Tablet itu terkesan dengan lima jenis simbol numerik yang berbeda. Dari Mesopotamia, Irak. Periode Uruk Akhir, 3100-3000 SM. (THE BRITISH MUSEUM LONDON)

Terkait teori pembuatan minuman keras entah itu bir, anggur, atau lainnya telah didukung oleh sejarah kebutuhan manusia. Setelah ia memenuhi kebutuhan akan makan, tempat tinggal, dan hukum, mereka akan mengejar penciptaan beberapa minuman keras. 

Orang-orang Mesopotamia Kuno sangat menikmati bir sehingga menjadi konsumsi sehari-hari. Pada lukisan, puisi, dan mitos menggambarkan manusia dan dewa mereka yang sedang menikmati bir dan dikonsumsi melalui sedotan untuk menyaring potongan roti atau rempah-rempah dalam bir. Sedotan, minuman kental, dan konsistensi bubur moderen memang ditemukan oleh orang Sumeria atau Babilonia. Diperkirakan, itu khusus untuk tujuan meminum bir.

Pada puisi Inanna and the God of Wisdom menggambarkan dua dewa sedang minum bir bersama dewa kebijaksanaan bernama Enki, yang kemudian mabuk sehingga memberikan meh (hukum peradaban) suci kepada Inanna. Ada juga puisi Sumeria Hymn to Ninkasi, yang dijadikan lagu pujian untuk dewi bir bernama Ninkasi. 

Cerita lainnya ada dalam The Epic of Gilgamesh Sumeria/Babylonian. Diceritakan bahwa pahlawan Enkidu diajari minum bir di pelayanan kuil pelacur Samhat. Si pelayan bar menasihati Gilgamesh untuk mengentikan pencarian akan makna hidup dan menikmati apa yang ditawarkan, termasuk bir.

Orang Sumeria memiliki banyak kata berbeda untuk bir yakni sikaru, dida, dan ebir (yang berarti 'gelas bir'). Mereka menganggap minuman itu sebagai hadiah dari para dewa untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Pembuat bir asli mereka ialah wanita, pendeta, wanita Ninkasi, dan wanita penyeduh bir di tiap rumah. 

Di Mesopotamia, bir dibuat dari bippar (roti barley yang dipanggang dua kali) kemudian difermentasi. Di bawah pemerintahan Babilonia, produksi bir Mesopotamia meningkat dan lebih dikomersialkan. Bahkan ada undang-undang yang dilembagakan mengenai hal itu, sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 108-110 dari Codex Hamurabi.

Baca Juga: Maximón, Santo Perokok dan Peminum Alkohol yang Dihormati di Guatemala

Binkasi dalam desain kaca patri pada Founders Brewing, Grand Rapids, Michigan. Ninkasi adalah dewi bir dalam mitologi agama Sumeria kuno. Dia adalah dewi alkohol. Dia juga lahir dari 'air tawar yang berkilauan'. Dia adalah dewi yang dibuat untuk 'memuaskan keinginan' dan 'memuaskan hati'. (WhereaboutMidwest )

108 Jika seorang penjaga kedai (perempuan) tidak menerima biji-bijian menurut berat kotor dalam pembayaran minuman, tetapi mengambil uang, dan harga minuman itu lebih rendah dari harga biji-bijian, dia akan dihukum dan dibuang ke dalam air.

109 Jika para konspirator bertemu di rumah seorang penjaga kedai, dan para konspirator ini tidak ditangkap dan dikirim ke pengadilan, penjaga kedai itu harus dihukum mati. 

110 Jika 'saudara perempuan dewa' membuka kedai minuman, atau memasuki kedai minum untuk minum, maka wanita ini harus dibakar sampai mati. 

Baca Juga: Cerita Para Jamaah Haji Perempuan Menyusuri Jalur Rempah ke Kota Suci