Nationalgeographic.co.id - Jalur rempah identik dengan pelayaran kapal dari arah barat menuju ke kawasan kepulauan rempah di dunia Timur, seperti anak benua India dan kepulauan Nusantara. Mengarungi lautan yang buas, terjangan badai dan ombak yang menggoncangkan kapal, membuat nuansa pelayaran adalah dunia laki-laki.
Pandangan seperti itulah yang memotivasi laki-laki Eropa menemukan jalur perdagangan rempah di samudera, dan mengabsenkan perempuan karena stereotip fisik dan role gender-nya untuk urusan dapur.
Susanto Zuhdi, guru besar sejarah Universitas Indonesia memaparkan, istilah 'menaklukkan lautan' hanyalah milik perspektif Eropa yang mengidentikkan laut sebagai maritim. Kata 'maritim' ini dalam pandangan Eropa adalah sesuatu yang harus dikuasai secara sepihak.
Berbeda dengan Nusantara dan Timur Tengah dengan istilah 'bahari' suatu hal yang jaya dan dan harus dijaga bersama. "Itu sebabnya, sebelum Eropa datang belum pernah ada konflik yang terjadi hanya karena perebutan dan pengkotak-kotakan areal laut," ujarnya dalam Simposium Internasional yang diselenggarakan Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Senin (30/08/2021).
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR