Temuan Minyak Melimpah pada 1939, Mengubah Nasib Kemiskinan di Qatar

By Galih Pranata, Senin, 6 September 2021 | 14:00 WIB
Kegiatan para pencari mutiara air asin sehari-hari, diperkirakan tahun 1920-an di perairan Qatar. (Quora)

"Batuan permukaannya adalah batu gamping Eosen, sehingga berpotensi bagus untuk batuan reservoir Kapur (seperti di Bahrain)" tulis Sorkhabi. "Antiklin Dukhan tidak lain adalah bukit tertinggi di Qatar, yang oleh penduduk asli disebut Jabal Dukhan (Bukit Asap) karena cuacanya yang sering berkabut" tambahnya.

Pada tahun 1933 hingga 1934, APOC mengirimkan W.E. Browne dan D.C. Ion, untuk memetakan antiklin Dukhan secara tepat. Kemudian, APOC melakukan negosiasi dengan Qatar, dan pada 17 Mei 1935, diberikan konsesi minyak yang mencakup seluruh wilayah Qatar untuk mengeksplorasi dan memproduksi minyak.

Tiga tahun berselang, beberapa ahli geologi dari Inggris dan Qatar mulai melakukan penyelidikan lebih lanjut. Norval E. Baker, T.F. Williamson, dan R. Pomeyrol, serta dibantu dengan Mansour bin Khalil, mulai menelusuri batuan gamping Eosen sejauh 80 km dengan penutupan struktural 90 meter.

Baca Juga: Sejarah Perusahaan Global dalam Eksplorasi Minyak di Hindia Belanda

Suasana gemerlap yang indah di Qatar hari ini, jauh berbeda dengan Qatar sebelum era minyak pada 1939. (Harrison Jacobs)

Disanalah mereka mulai merekomendasikan sumur pertama, sekaligus membuka asa Qatar dalam mengelola minyak secara independen. Qatar telah mencatatkan 900 triliun kaki kubik gas alam, ladang gas tunggal terbesar di bawah kerak bumi.

Pasca penemuan kilang minyak yang melimpah ruah, masyarakat Qatar mayoritas merasakan dampaknya. "Mereka menjadi warga negara yang makmur dan sejahtera. Bahkan hari ini, pendapatan dari minyak dan gas membuat pendapatan per kapita rata-rata di Qatar mencapai lebih dari US$.98,800, jauh melampaui Amerika Serikat atau Inggris" tulis Harrison Jacobs dalam How Qatar got so rich so fast pada 2015.

"Anak-anak di Qatar telah mendapatkan pendidikan yang jauh lebih baik dari orang tuanya" tulis Senger. "Mereka telah memahami televisi dan tertawa melihat tayangannya, sedangkan orang tuanya hanya meminta anaknya menceritakan tentang apa yang terjadi sebenarnya" tutupnya.

Baca Juga: Desa Wisata Energi Migas Wonocolo, 'Texas' di Bumi Nusantara