Mengapa Warna Biru Sangat Sulit Ditemukan di Alam Liar?

By Agnes Angelros Nevio, Sabtu, 11 September 2021 | 13:00 WIB
Lapis Lazuli yang sangat langka dan mahal. Karena mahal, orang Mesir akhirnya membuat pigmen sintetis, yaitu Biru Mesir. (thecrystalcouncil.com)

"Teori yang ada tentang penamaan warna adalah, manusia akan bisa menamai warna tersebut jika mereka bisa mewarnai dengan warna tersebut. Jika tidak, manusia tidak benar-benar membutuhkan nama untuk warna itu," jelasnya. "Mewarnai benda dengan warna biru atau menemukan pigmen biru relatif cukup terlambat di sebagian besar budaya, dan Anda dapat melihatnya hal tersebut dalam linguistik," lanjutnya.

para peneliti melaporkan 15 Januari lalu dalam jurnal Frontiers in Plant Science bahwa penggunaan pewarna biru paling awal terjadi sekitar 6.000 tahun yang lalu di Peru, saat orang Mesir kuno menggabungkan silika, kalsium oksida, dan tembaga oksida untuk menciptakan pigmen biru yang tahan lama dan dikenal sebagai irtyu untuk mendekorasi patung.

Ultramarine, tanah yang memiliki pigmen biru cerah dari lapis lazuli, sama berharganya dengan emas di Eropa abad pertengahan, dan dikumpulkan terutama untuk mengilustrasikan manuskrip.

Kelangkaan biru berarti bahwa orang melihatnya sebagai warna status tinggi selama ribuan tahun. Biru telah lama dikaitkan dengan dewa Hindu Krishna dan dengan Perawan Maria Kristen. Banyak juga seniman yang terkenal terinspirasi oleh warna biru di alam adalah Michelangelo, Gauguin, Picasso, dan Van Gogh, menurut studi Frontiers in Plant Science.

 Baca Juga: Mengungkap Kisah di Balik Lukisan Modigliani Tentang Mantan Kekasihnya

"Kelangkaan warna biru yang tersedia dalam pigmen alami memicu daya tarik kami," tulis para ilmuwan.

Biru juga mewarnai ekspresi yang muncul dalam lusinan idiom bahasa Inggris Seperti ‘You can work a blue-collar job’, ‘swear a blue streak’, ‘sink into a blue funk or talk until you're blue in the face’. Dan biru kadang-kadang bisa berarti hal-hal yang kontradiktif tergantung pada idiom: ‘Blue sky shade’ yang berarti masa depan yang cerah, tapi 'feeling blue' berarti sedang sedih," kata Kupferschmidt.

Kelangkaan warna biru di alam mungkin telah membantu membentuk persepsi kita tentang warna dan hal-hal yang tampak biru. "Warna biru terlihat seperti seluruh kanvas yang masih bisa Anda lukis," kata Kupferschmidt. "Mungkin karena langka di alam dan mungkin karena kita mengasosiasikannya dengan hal-hal yang tidak bisa kita sentuh, seperti langit dan laut, itu adalah sesuatu yang sangat terbuka untuk asosiasi yang berbeda."