Melansir Eurekalert, seruan dalam bentuk editorial ini akan diterbitkan sebelum Sidang Umum PBB yang akan diadakan 1 hingga 12 November mendatang di Glasgow, Inggris. Momen ini sengaja diambil untuk mendesak semua negara meningkatkan dan berambisi untuk menghormati tujuan Perjanjian Paris tahun 2015.
Konferensi yang akan akan diselenggarakan November nanti penting diadakan, meski masih di tengah pagebluk COVID-19, untuk membahas isu global. Maka, para editor juga memperingatkan bahwa ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat global adalah perubahan iklim itu sendiri, dan harus menjaga kenaikan suhu agar tetap di bawah 1,5 derajat Celsius, dan pemulihkan alam.
Para editor menulis, para ahli kesehatan lewat jurnal telah memperingatkan berkali-kali dampak yang parah dan terus meningkat pada bidang kesehatan dari perubahan iklim dan perusakan alam. Kematian yang diakibatkan panas, peristiwa cuaca yang merusak, dan ekosistem yang kian sedikit akan mengancam kesehatan bagi anak-anak dan orang tua, etnis minoritas, masyarakat miskin, hingga mereka yang memiliki masalah kesehatan.
Baca Juga: Apakah Editor Jurnal Bertanggung Jawab atas Rendahnya Kualitas Penelitian Mental Karena COVID-19?
"Tindakan yang tidak memadai ini berarti bahwa kenaikan suhu kemungkinan besar akan melebihi 2°C, akibat bencana bagi kesehatan dan stabilitas lingkungan," tulis para editor jurnal melalui laman The Lancet.
"Yang terpenting, perusakan alam tidak memiliki ekuitas harga dengan elemen iklim dari krisis, dan setiap target global untuk memulihkan hilangnya keanekaragaman hayati pada tahun 2020 terlewatkan. Ini adalah krisis lingkungan secara keseluruhan."
"Lingkungan dan kesehatan saling terkait. Perubahan iklim membahayakan kita dalam banyak hal, termasuk dampak kritisnya terhadap kesehatan dan pemberian perawatan kesehatan," ungkap Eric J Rubin, Editor-in-Chief The New England Journal of Medicine.
Baca Juga: Studi Jelaskan Bagaimana Perubahan Iklim Memicu Pagebluk Covid-19