Kenapa Waktu Terasa Cepat Berlalu Saat Kita di Gunung Daripada Pantai?

By Fadhil Ramadhan, Rabu, 15 September 2021 | 10:00 WIB
Teradang waktu terasa cepat berlalu, kadang pun terasa lama. (Freepik)

Berdasarkan teori relativitas umum yang dikemukakan oleh Einstein, gravitasi dari massa yang besar, seperti bumi, membelokkan ruang dan waktu di sekitarnya. Para ilmuwan pertama kali mengamati efek "pelebaran waktu" semacam ini pada skala kosmik. Kemudian pada 2010, para peneliti mengamati efek yang sama pada skala yang jauh lebih kecil.

Mereka menggunakan dua buah jam atom yang sangat presisi, yang satu ditempatkan 33 sentimeter lebih tinggi dari yang lain. Sekali lagi, waktu bergerak lebih lambat untuk jam yang lebih dekat dengan bumi.

Perbedaannya kecil, tetapi implikasinya sangat besar: tidak ada yang namanya waktu absolut. Untuk setiap jam di dunia, masing-masing individu mengalami waktu yang sedikit berbeda.

Menurut fisikawan teoritis Italia bernama Carlo Roveli, dalam bukunya yang berjudul The Order of Time, dia menunjukkan bahwa persepsi kita tentang waktu bahwa waktu selalu mengalir ke depan, bisa menjadi proyeksi yang sangat subjektif.

Baca Juga: Mengenang Jasa Pramono Edhie Wibowo Atas Pendakian Everest 1997

Gunung Bromo dengan latar belakang Matahari terbit. (chrisinthai/Getty Images/iStockphoto)

Mengapa kita beranggapan bahwa waktu mengalir ke depan? Rovelli mencatat bahwa, meskipun waktu menghilang dalam skala yang sangat kecil, kita masih melihat dengan jelas peristiwa yang terjadi secara berurutan. Dengan kata lain, kita mengamati keseimbangan termodinamis, misalnya telur yang pecah lalu menjadi orak-arik.

Rovelli mengatakan aspek kunci perihal waktu telah dijelaskan oleh hukum kedua termodinamika. Hukum tersebut menyatakan bahwa panas selalu berpindah dari panas ke dingin. Ini adalah jalan satu arah. Misalnya, es batu meleleh dan menjadi secangkir teh panas, tidak pernah sebaliknya.

“Termodinamika menelusuri arah waktu yang disebut entropi masa lalu. Pertumbuhan entropi mengarahkan waktu dan membuat jejak masa lalu, serta membuat ingatan,” tulis Rovelli kepada Financial Times. “Fenomena ini masih misterius dan menjadi bahan diskusi.”

“Saya menduga bahwa apa yang kita sebut sebagai waktu mengalir, harus dipahami dengan mempelajari struktur otak kita, bukan dengan mempelajari fisika. Otak kita menyimpan memori, termasuk perihal berlalunya waktu,” tambahnya.  

Baca Juga: Menganalisa Penyebab Ratusan Pendaki Tewas Di Death Zone Everest