Soeharto muda berasal dari keluarga yang mengikuti tradisi Jawa. Istrinya, Siti Hartinah (Tien Soeharto), yang bahkan memiliki darah biru dari keluarga ningrat keraton Surakarta.
"Dia sangat dipengaruhi oleh tradisi ningrat Jawa, dan bagaimana, dan tradisi wayang, dan sebagainya perilaku yang tepat sebagai keprajuritannya dan yang lainnya--dan kebengisan dan semua itu. Jadi Anda melihat semua hal ini terbawa ke depan (masa tua Soeharto)," papar Jenkins.
Selain keluarga, lingkungan sekitarnya membuat Seoharto mengamati sistem kolonial pada ketentaraan, baik di masa Hindia Belanda maupun kependudukan Jepang. Inilah yang memberikan pengaruh baginya untuk membuat sistem kepemimpinannya, yang diperkuat dengan tradisi otoriter Jawa.
"Jadi dia tidak mungkin menjadi (orang yang memeluk paham) demokrat liberal pada 1925 hingga 1945, setelah pengaruh-pengaruh dari masa lalu ini."
Baca Juga: Bagaimana Budaya Barat Menjadi Ajang Anak Muda Menyinggung Orde Baru?
"Banyak karakteristik politik yang dibawanya adalah hal-hal yang bisa dilihat bahwa banyak yang berpendapat dia sangat dipengaruhi tradisi Jawa. Dan tradisi Jawa jelas sangat penting, tetapi banyak keterampilan yang dibawanya sebenarnya keterampilan politik universal."
Soeharto seperti presiden otoriter lainnya, tetapi memiliki pertimbangan pembangunan ekonomi yang kuat. Jenkins melihat cara ini mirip kasusnya di Korea Selatan, atau pemimpinan Lee Kwan Yew di Singapura, dan Deng Xiaoping di Tiongkok. Cara pembangunan ini dipengaruhi dengan gaya Barat yang dicampur dengan pemahaman Jawa.
"Dengan Djojo (Sumitro Djojohadikusumo), semua menunjukkan bahwa Djojo sebagai penasehat ekonomi seniornya, sangat bagus dan sangat hormat, dan tahu bagaimana memerankan peranan pandangan Jawa. Dia sendiri orang Jawa," lanjut Jenkins.
Baca Juga: Bagaimana Budaya Barat Menjadi Ajang Anak Muda Menyinggung Orde Baru?