Singapura ngambek sebagai bentuk protes pemberian nama kapal perang baru KRI Usman-Harun. Argumen dan alasannya sangat sumir. Pemberian nama KRI Usman-Harun akan melukai rakyat Singapura terutama korban bom Mac Donald House (MDH).
Usman-Harun, dua praujurit KKO (Korps Komando Operasi), pengebom MDH 10 Maret 1965 dan kemudian dieksekusi mati di tiang gantungan di Penjara Changi, Singapura, 17 Oktober 1968 oleh Singapura dianggap sebagai teroris. Sementara Pemerintah Indonesia menetapkan kedua prajurit KKO itu sebagai Pahlawan.
Dari Desa Jatisaba, Kampung Tawangsari, Purbalingga, Jateng. Ny.Sitti Ridiah, kakak kandung Usman Djanatin ikut menanggapi protes Singapura itu.
"Langkah TNI AL memberi nama KRI Usman-Harun sama sekali tidak ada kaitannya dengan Singapura. Kenapa Singapura mempermasahkan, ini kan murni urusan Indonesia. Singapura boleh saja menganggap Usman-Harun sebagai teroris akan tetapi bagi pemerintah dan rakyat Indonesia mereka adalah pahlawan yang gugur melaksanakan tugas negara".
Siapa paling diuntungkan dengan adanya konflik ini. Tentu ada pihak-pihak yang sedang memancing di air keruh dan akan terus mengkompori agar perseteruan ini terus memanas. Bukan tidak mungkin dibalik protes Singapura memang merupakan sekrenario besar yang sengaja direkayasa. Pihak-pihak yang sudah sejak lama berambisi menjadi penguasa tunggal di perairan Selat Malaka yang sangat sibuk dan strategis, sudah sangat ngedreng membangun pangkalan militer di kawasan ini.
Jejak di Orchad Road
Minggu kedua bulan Maret 1964. Kurang dari 10 bulan setelah Presiden Republik Indonesia mengumumkan keputusan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) 3 Mei 1964: perintah pengerahan sukaralewan Indonesia dalam rangka penggayangan dan penghancuran proyek neo-kolonialisme.
Sebuah bom meledak di Mac Donald House (MDH) - terletak dikawasan Orchad Road, Singapura. Enam orang tewas puluhan toko di dekat Hotel MD rusak dan puluhan kendaraan roda empat rusak berat dan ringan. (Informasi lain menyebut korban tewas 3 orang, 33 luka -red)
Sekitar tiga tahun dari peristiwa peledakkan bom seberat 12,5 kilogram, tepatnya 17 Oktober 1968, dua prajurit KKO AL Usman dan Harun dieksekusi mati di tiang gantungan. Kedua sukarelawan prajurit itulah yang bersama seorang sukarelawan sipil Gani alias Aroeb meledakkan bom di MDH.
Mereka dieksekusi mati di Penjara Changi, Singapura setelah permohonan kasasinya ditolak oleh Privy Caunsil di London, Inggris. Badan Pengadilan ini mengeluarkan putusan menolak permohonan kasasi kedua prajurit KKO itu pada tangggal 22 Mei 1968.
Protes
Hampir 46 tahun kemudian, setelah eksekusi mati kedua sukarelawan prajurit KKO AL tersebut, Pemerintah Singapura memprotes rencana Pemerintah Indonesia yang akan memberi nama salah satu kapal perang baru buatan Inggris dengan nama KRI Usman-Harun.
Ternyata Pemerintah Singapura begitu alergi terhadap sosok Usman-Harun. Padahal Singapura yang menghukum mati kedua Prajurit KKO AL (Korps Komando Operasi). Sebab ketika Pemerintah Indonesia akan mengabadikan nama Usman-Harun sebagai nama salah satu kapal perang jenis fregat buatan Inggris – KRI Usman-Harun, Pemerintah Singapura memprotesnya.