Tanggal 9 Maret 1965 mereka mendapat tugas dari Komandan Sukwan Dwikora Kapten KKO Paulus Subekti untuk menyusup ke Singapura. Tengah malam 9 Maret 1965 tim kecil behasil menjejakkan kakinya di daratan Singapura.
Menyerang Hotel Mac Donald
Tanpa istirahat Usman, Harun dan Gani mulai menyusuri Orchad Road untuk mendekati obyek sasaran yang telah ditentukan. Obyek sasaran mereka adalah Hotel Mac Donald (MD). Sebab di hotel inilah terdapat banyak perwira militer dan orang swasta asal Inggris.
Kala itu, Hotel MD ini memang menjadi tempat menginap paling favorit bagi orang asing yang berkunjung ke negeri Singa ini. Pada pergerakan pertama mereka belum berhasil meletakkan bom di obyek sasaran karena suasana di sekitar hotel MD masih terlalu ramai. Namun pada akhirnya mereka berhasil memasang bom di hotel tersebut.
Tanggal 10 Maret 1965, bom seberat 12,5 kg sukses diledakkan dan menghancurkan flat (apartemen) Hotel MD. Dampak ledakan bom tersebut sungguh luar biasa. Enam orang tewas dalam insiden bom tersebut dan puluhan orang luka berat dan ringan.
Sebanyak 20 pertokoan rusak berat, menghancurkan sekitar 24 kendaraaan roda empat. Ledakkan ini sudah barang tentu membuat pemerintah dan aparat keamanan Singapura kalang kabut dan melakukan penjagaan tempat-tempat strategis termasuk pintu keluar Singapura, pelabuhan laut, pelabuhan udara dan jalur darat.
Untuk menghindarkan kecurigaan aparat keamanan mereka berpencar dan sepakat bertemu kembali di suatu tempat. Tanggal 11 maret 1965 mereka sempat berkumpul kembali.
Ketiga sukarelawan itu sebenarnya berencana meledakkan sebuah apartemen yang terletak tidak begitu jauh dari hotel MD. Tapi karena suasana tidak memungkinkan dan penjagaan oleh militer dan polisi juga sangat ketat rencana tersebut dibatalkan.
Mereka kemudian memutuskan untuk kembali ke pos utama di Pulau Sambu. Namun semua jalan keluar dari daratan Singapura sudah dijaga ketat. Demikian pula jalur laut antara perairan Selat Singapura dan Pulau Sambu sudah diblokade oleh pasukan keamanan.
Melarikan diri dan ditangkap
Dalam situasi genting tersebut mereka bertiga memutuskan berpencar dan mencari jalan keluar sendiri-sendiri. Siapa yang terlebih dulu sampai di Sambu harus melaporkan peledakkan bom terhadap Hotel MD.
Gani sepakat memisahkan diri. Akan tetapi Djanatin selaku komandan regu menolak berpisah dengan Harun. Setelah itu Gani menghilang entah kemana. Sementara Usman dan Harun mengalami kesulitan menembus penjagaan di daerah pantai yang sangat ketat.
Berkat pelatihan-pelatihan di bidang intelijen mereka berhasil menyamar sebagai awak kapal dagang yang kebetulan sedang singgah di Pelabuhan Singapura. Mereka berhasil naik ke kapal dagang Begama yang akan berlayar menuju Bangkok, Thailand.
Namun identitas mereka ketahuan dan pemilik kapal Begama mengusirnya. Usman dan Harun kemudian merebut sebuah perahu bermotor. Nahas dalam perjalanan ke Pulau Sambu, perahu bermotor mengalami ganguan mesin.
Sekitar pukul 09.00 tanggal 13 Maret 1965 mereka ditangkap oleh Polisi Peronda Laut Perairan Singapura dan langsung dibawa ke Singapura. Kedua prajurit KKO itu dijebloskan di penjara Changi dan dieksekusi mati di tiang gantungan di penjara yang sama pada 17 Oktober 1968 .
Beberapa saat sebelum pelaksanaan eksekusi kedua anggota KKO AL menitipkan pesan ucapan terima kasih kepada utusan Presiden-Panglima Tertinggi ABRI, Brigjen TNI Tjokro Pranolo dan Atase Pertahanan Letkol Laut (KH) Gani Jemaat SH atas perhatian dan usaha yang telah dilakukan.
Mereka siap mati demi kejayaan Bangsa, Negara dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Korps Komando.