Rangkaian Sejarah Pelanggaran HAM di Indonesia Bulan September

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 10 September 2021 | 21:00 WIB
Setelah peristiwa 30 September 1965, terjadi kekerasan kepada perempuan di Indonesia. Tanpa dasar hukum dan peradilan, mereka menanggung pelecehan seksual hingga penyiksaan berujung kematian. Kabar dusta yang diembuskan penguasa menjadi bagian takdir mereka sampai mati. (Ilustrasi)

Protes itu berbuntut kerusuhan karena tidak berhasil melepaskan para tahanan. Pihak militer bahkan menembak massa yang mengepung komando militer. Menurut Komnas HAM, ada 24 orang yang tewas dalam peristiwa itu, sedangkan pihak keluarganya menyebut 400 orang.

Nusron Zanuiri, penyintas peristiwa tersebut dikutip dari Washington Post mengatakan pihak militer memburu orang yang masih selamat setelah itu. "Dia teriak, 'yang ini masih hidup!', dia berusaha menembak saya sekali lagi. Pelurunya sangat dekat dengan kepala saya tapi meleset," kenangnya.

Peristiwa itu melibatkan tokoh militer penting seperti Try Sutrisno dan L.B Moerdani. Dalam pengadilan yang dilakukan tahun 2003 hingga 2004, beberapa petugas divonis bersalah, sementara Try Soetrisno dan Moerdani dibebaskan oleh tuntutan. Hingga saat ini, belum ada kejelasan terkait kompensasi yang dituntut keluarga dan para korban.

   

Tragedi Semanggi II

Demi mewujudkan cita-cita Reformasi yang baru satu tahun, para mahasiswa melakukan aksi di beberapa kota, seperti Medan, Lampung, dan di Semanggi, Jakarta. Mereka menuntut untuk mencabut peran dwi fungsi ABRI yang bermasalah selama masa Orde Baru.

Selama aksi yang berlangsung selama 24-28 September 1999 itu, terjadi kekerasan dari aparat. Tindakan aparat mengakibatkan sejumlah mahasiswa seperti Yap Yun Hap dari Universitas Indonesia, dan Yusuf Rizal dari Universitas Lampung, tewas.

Berdasarkan laporan Tim Relawan Kemanusiaan yang dikutip KontraS, ada 11 orang meninggal, dan 217 luka-luka akibat insiden itu.

Bersamaan dengan penuntutan Semanggi I (November 1998), kedua kasus masih dianggap bukan pelanggaran HAM berat. Meski beberapa LSM hukum, bersama orang tua korban seperti Sumarsih (ibu dari Wawan korban Semanggi I) dan Ho Kim Ngo (ibu dari Yap Yun Hap), terus meminta pertanggungjawaban pemerintah hingga kini.

     

Reformasi Dikorupsi

24-29 September 2019, berbagai elemen masyarakat dari buruh hingga mahasiswa melakukan demonstrasi di beberapa kota. Para demonstran membawa tujuh tuntutan, seperti penolakan RKUHP, RUU KPK, menuntaskan kasus HAM, dan mengesahkan RUU PKS.