Awal Mula Pemberontakan Buruh Tambang Batu Bara Sawahlunto 1927

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 14 September 2021 | 20:00 WIB
Tambang batu bara Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat sekitar 1915. Tempat inilah para buruh bekerja dan mulai membentuk perkumpulan untuk melawan dalam pemberontakan 1927. (KITLV)

Tetapi masyarakat Minangkabau yang dekat dengan pertambangan kebanyakan enggan untuk menjadi buruh tambang. Biasanya yang menjadi buruh tambang adalah orang Minangkabau yang berasal dari jauh pertambangan, atau orang luar nagari seperti Pulau Jawa. 

"Mereka (penduduk Minangkabau sekitar tambang) hanya mau bekerja dalam waktu tertentu saja, seperti masa ketika mereka tidak turun ke sawah," terang Zubir. "Bagi penduduk Minangkabau, pilihan bekerja sebagai buruh tambang batu bara hanya dijadikan sebagai pekerjaan sambilan saja."

Tak heran bila sekitar Sawahlunto kini memiliki nama bernuansa Jawa, seperti Sukosari, Sidomulyo, dan Cebongan. Kawasan yang disebutkan itu sempat menjadi perkampungan buruh kontrak dari Jawa, dan ternyata mereka saling memiliki hubungan keluarga. Buruh kontrak juga ada yang didatangkan dari Tiongkok.

Baca Juga: Riwayat Kilau dan Pudarnya Perjuangan Buruh Pasca Indonesia Merdeka

Aktivitas buruh tambang batu bara Ombilin pada 1971. (Tropenmuseum)

Tambang itu membuat penduduk pendatang banyak berdatangan. Karena memiliki hubungan dengan Departmen van Justitie (Departemen Kehaikman), perekrutan buruh kebanyakan adalah tenaga paksa, yakni adalah orang-orang yang diganjar hukuman di peradilan, dengan rentang usia 18-40 tahun.

Zubir merangkum setiap tahunnya ada 2.000 hingga lebih dari 3.000 orang pernah menjadi buruh tambang batu bara Ombilin selama 37 tahun beroperasi. Mereka bekerja dari menarik batu bara, mengirimkan lewat kereta, hingga distribusi ke kota-kota besar seperti Padang.

Ketika ada pelanggaran kerja, mandor maupun pimpinan buruh tak segan-segan menjatuhkan hukuman pada para buruh. Hukuman itu mulai dari pukulan, tendangan, hingga digantung terbalik. Kondisi itu tergambar dalam surat kabar Soeara Tambang edisi April 1925:

"Beratoes-ratoes banjaknya orang hokoeman (tahanan yang menjadi buruh paksa) jang berpoeloeh tahun, beriboe djoemlahnja koeli contrak, sekalian mereka itoe sama mendapat hadiah poekoelan, anoegrah tendangan, karena me'loemlah pembatja, bahwa tambang ini kepoenjaan pemerintah.

Maki-makian soedah ditjoeba, kerdja berat telah ditanggoeng[,] berat dan ringan soedah dirasai[.] ta' dapat mengatakan sakit, ta' boleh mengatakan berat kerdja."

Baca Juga: Masa Kecil Dipa Nusantara Aidit dan Pertemanan dengan Buruh Tambang