Anarkis Hingga Bunuh Diri, Fanatisme Fans Terhadap Sepak Bola

By Galih Pranata, Kamis, 16 September 2021 | 14:00 WIB
Salah satu fans Brazil terlihat bersedih sambil memeluk trofi, saat tim kesayangannya gagal melaju ke final Piala Dunia 2014. (Nero Josh)

Liverpool Echo menceritakan kisah pilu tersebut dalam artikelnya berjudul Red in suicide at half time yang dipublikasi pada 13 Juli 2005. Korban meninggal diduga akibat depresi karena ketertinggalan yang diterima klub kesayangannya, Liverpool, sampai berakhirnya babak pertama, pada babak final UEFA Champions League, menghadapi AC Milan.

Nahas, keputusannya mengakhiri hidup nampaknya keliru. Secara mengejutkan, Liverpool yang tertinggal 3-0 di babak pertama, sukses menyamakan kedudukan hingga memenangkan laga melalui babak adu penalti. "Akhirnya Liverpool berhasil menjadi juara, tapi kini ia sudah tiada" tambahnya. Kejadian nyata ini terjadi pada 2005 silam.

Karl Andriessen dan Karolina Krysinska, tulisannya yang dimuat dalam jurnal Crisis berjudul Can Sports Events Affect Suicidal Behavior?, publikasi tahun 2009. Mereka berupaya menjawab teka-teki akan adanya korelasi antara perilaku bunuh diri penggemar dalam pertandingan olahraga. 

Baca Juga: Alat Politik Soekarno: Sepak Bola Sebagai Medium Perjuangan Bangsa

Piala Dunia membuat banyak orang tertarik dengan sepak bola.Telah tercatat bahwa sebagian besar penggemar sepak bola melakukan hal-hal gila, mulai dari anarkisme, hingga bunuh diri. (ViewApart/Getty Images/iStockphoto)

"Hanya sedikit kemungkinan, namun perilaku tersebut (bunuh diri) tetap saja mungkin terjadi" tulisnya. Risetnya menunjukan adanya perasaan depresi yang ditanggung fans saat tim kesayangannya kalah. "Mereka merasa tidak lagi memiliki harapan, ini brrgantung pada interpersonalnya" tambahnya.

Terkadang seseorang merasa putus asa karena kekalahan timnya. Lebih jauh lagi, mereka merasa adanya tekanan sosial karena tim kesayangannya kalah. Ini relevan dengan teori identitas sosial, dimana fanatisme terhadap tim atau klub telah menggambarkan identitas seseorang. Disaat timnya kalah, mereka bisa saja mengalami depresi dan tekanan psikis.

Sebagian besar ilmuwan telah mempelajari psikologi penggemar sepak bola. "Mereka mengatakan bahwa para fans dari waktu ke waktu menciptakan hubungan emosional yang erat, sekalipun klub tak mengenal mereka secara langsung" tulis Nero Josh. Ia beruapaya menguak hubungan sepak bola dengan psikologi fans.

Josh menulis kepada Every Every dengan artikel yang berjudul Why Football Fans Die When their Club Lose a Game, publikasi tahun 2021. Tak jarang juga para fans menjadi lebih agresif dan cenderung menjadi anarkis. Hal ini akan berdampak buruk pada dirinya dan lingkungan sosialnya.

Baca Juga: An Nasher Hingga Assyabaab, Eksistensi Arab dalam Sepak Bola Nasional

Anak-anak bermain sepak bola di Gang Ampiun (juga dikenal sebagai Gang Pasar Cikini), Jakarta Pusat. Sebagian besar penggemar sepak bola di dunia melakukan hal-hal gila, mulai dari anarkisme, hingga bunuh diri. (Hafidz Novalsyah/National Geographic Traveler)

Begitu juga karena pengaruh alkohol dapat menyebabkan tindakan agresif dan anarkis, hingga dapat melukai diri sendiri maupun orang lain. Ada juga tekanan akibat kalah taruhan dan tak mampu membayar sejumlah uang atau barang kepada tim pemenang, menjadi faktor kuat terjadinya bunuh diri.

Maraknya kasus bunuh diri pada fans telah ditelusuri faktor-faktor yang nenyebabkan hal itu dapat terjadi. "Meskipun mereka sangat mencintai klub tersebut, cinta bukanlah satu-satunya alasan untuk tindakan mereka. Terkadang mereka bertaruh barang berharga dengan harapan tim mereka akan menang, dan akhirnya kalah taruhan. Insiden seperti itu bisa membuat para penggemar ini depresi sampai bunuh diri" tambah Josh.

Terlepas dari perasaan marah dan depresi, atau bahkan peningkatan kemungkinan serangan jantung, jika tim yang didukung kalah dalam permainan, itu sangat mungkin terjadi. "Penggemar sepak bola sampai pada tingkat bunuh diri ketika tim mereka dikalahkan dalam pertandingan besar apa pun, tetapi hal itu tidak menghentikan orang untuk tetap mendukung klub mereka" Josh menutup tulisannya.

Baca Juga: Dari Mana Olahraga Sepak Bola Berasal? Ini Penjelasan Peneliti