Mengutip buku Menelisik Permainan Anak-Anak dari Zaman Hindia yang ditulis Pusat Data dan Analisis Tempo, Seniman Belgia Rudi Corens berpendapat, ternyata beberapa permainan tradisional Nusantara sebagian juga dimainkan di Eropa.
Namun, bukan berarti permainan itu muncul karena kolonialisme atau percampuran, melainkan memang sudah mengakar di tengah masyarakat. Itulah yang membuat Corens berpendapat, sulit melacak asal-usul keaslian sebuah permainan, karena sifatnya yang memang universal.
Misal, kuda lumping di Nusantara ternyata dimainkan di Inggris sebagai hobby horse, gelindingan--menggunakan balok kayu untuk mengarahkan ban digelindingkan--dimainkan di Belanda dengan hoepoel lopen, patok lele yang disebut pietelen, dan bekel ternyata juga ada di Belgia walau bukan menggunakan bola karet seukuran bola pingpong yang kita kenal.
Baca Juga: Sejarah Catur dari India, Dimainkan Sahabat Nabi, Masuk Hindia Belanda
"Yang digunakan bermain hanya pewter yang dimainkan dengan tulang kecil dari domba. Tapi tidak memakai bola. Jadi permainan yang di Jawa lebih komplet," tuturnya. Corens juga mendirikan Museum Pendidikan dan Mainan Kolong Tangga di Yogyakarta. Banyak permainan itu terekam lewat lukisan dan catatan di Eropa.
Ada juga permainan yang datang karena kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara. Misalnya seperti halma--papan permainan yang menyerupai catur dengan kumpulan titik berpola Bintang Daud, ular tangga, yoyo, atau angklek yang dalam bahasa Belanda disebut sondah mondag.
Menurut Sukirman Dharmamulya, peneliti mainan anak-anak di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisi di Yogyakarta, fenomena kedatangan mainan asing bukan hanya terjadi di masa kolonialisme saja, melainkan juga terjadi di era kerajaan di Nusantara.