Nationalgeographic.co.id—Ilmuwan EPFL (École polytechnique fédérale de Lausanne) telah mengembangkan sebuah metode pengobatan baru secara kimia yang bertujuan melihat efek obat imunoterapi pelawan kanker hanya pada jaringan tumor. Diketahui bahwa melalui metode ini, protein imunoterapi menjadi aktif saat ia memasuki jaringan tumor.
Pengobatan secara imunoterapi merupakan pendekatan yang paling menjanjikan terhadap kanker. Akan tetapi, obat imunoterapi sangatlah kuat, sehingga hal ini dapat menyebabkan kerusakan juga pada sel-sel non-kanker serta organ tubuh manusia lainnya. Maka dari itu pengobatan dengan cara ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Pada prosesnya, obat imunoterapi ini dapat mengaktifkan sel kekebalan tubuh pada pasien, yaitu sel T dan sel NK. Lalu, obat-obatan ini akan membantu sel-sel tersebut untuk melawan tumor. Singkatnya, obat imunoterapi ini bekerja seperti koktail kuat yang meningkatkan sistem kekebalan pasien sendiri.
“Setelah diresepkan oleh dokter, obat imunoterapi diberikan secara intravena,” kata Li Tang, kepala Laboratorium Biomaterial untuk Immunoengineering di Sekolah Teknik EPFL.
Li Tang bersama timnya mengembangkan metode di mana protein imunoterapi diaktifkan hanya ketika mereka masuk ke dalam jaringan tumor saja. Tim EPFL adalah salah satu pelopor untuk mengembangkan teknologi semacam ini melalui pendekatan kimia universal. “Kami dapat mencapai ini berkat pendekatan lintas disiplin kami,” kata Tang, seperti yang dilansir oleh Tech Explorist.
“Metode kami juga mengacu pada teknik dari kimia dan rekayasa kekebalan.” tambahnya. Hasil penelitian Tang bersama timnya ini juga telah dipublikasikan di jurnal Science Advances pada 10 September 2021 berjudul Switchable immune modulator for tumor-specific activation of anticancer immunity.
Baca Juga: Bisakah Mikroba Berkomunikasi dengan Spesies Asing Seperti Alien?
Setelah obat tersebut disuntikkan pada pasien, obat itu kemudian akan menyebar ke mana-mana, tidak hanya ke bagian di mana tumor atau metastasis berada saja, melainkan ke seluruh bagian tubuh. Di sinilah letak masalah itu timbul, sebab protein dalam obat tersebut sangat kuat sehingga merusak jaringan yang sehat.
“Pengembangan dimulai dengan memanfaatkan sifat kimia di sekitar tumor. Lingkungan mikro tumor berbeda dari bagian tubuh lainnya. PHnya lebih rendah, artinya lebih asam, dan memiliki potensi pereduksi yang tinggi.” kata Yu Zhao, seorang postdoc di lab Tang.
Melihat fakta bahwa obat tersebut juga menyebabkan kerusakan pada jaringan yang sehat, maka para ilmuwan pun menciptakan semacam perisai polimer yang dapat mencegah obat-obatan protein tersebut sehingga mereka dapat menjalankan tugasnya tanpa membahayakan seluruh bagian tubuh hingga mencapai tumor.
“Untuk membuat perisai, pertama-tama saya mengembangkan ikatan kimia yang responsif terhadap rangsangan yang menempel pada permukaan molekul protein, seperti kait kecil.” kata Zhao.
Ia pun menambahkan, ”Kemudian saya mengambil polimer, yang merupakan rantai panjang molekul, dan 'mengaitkannya' pada ikatan molekul protein. Setelah melekat pada permukaan protein, polimer membungkusnya, seperti perisai pelindung.”
Baca Juga: Mikroba dari Perut Sapi Bisa Bantu Daur Ulang Sampah Plastik
Perisai itu dirancang untuk rusak ketika terkena lingkungan kimia yang unik di jaringan tumor. Tang turut menjelaskan, “Reaksi kimia di lingkungan mikro tumor memutuskan ikatan pada permukaan protein, sehingga menghilangkan pelindung polimer. Obat protein kemudian bebas untuk mengaktifkan limfosit pelawan kanker pasien secara selektif di jaringan tumor.”
Banyak perawatan imunoterapi yang sudah ada terbukti sangat efektif melawan kanker dalam studi praklinis. Tetapi mereka seringnya tidak dapat digunakan untuk menyelamatkan orang karena terlalu beracun bagi seluruh tubuh. "Perawatan yang digunakan pada pasien saat ini telah dikurangi sehingga kurang manjur," kata Tang.
Metode ini bertujuan untuk menjaga semua potensi imunoterapi. Namun, metode ini memang membutuhkan waktu yang lama hingga beberapa tahun sampai tersedia secara klinis untuk mengobati kanker.
Baca Juga: Hasil Analisis Empat Mikroba di Luar Angkasa, Tiga Tak Dikenal Sains