Inilah Kisah Keluarga 'Crazy Rich Hindia-Belanda' Periode 1890-1937

By Galih Pranata, Sabtu, 18 September 2021 | 09:00 WIB
Potret pasangan kaya raya, Johanna Bezoet de Bie dan Alexander MacNeill. (G. Roger Knight/Archipel)

Nationalgeographic.co.id—Alexander MacNeill dan Johanna Bezoet de Bie merupakan sepasang kreol yang sukses di Hindia-Belanda. Mereka telah memulai peruntungannya di Hindia-Belanda sejak MacNeill memegang jabatan administrateur atau general manager di perusahaan industri gula. Mereka menikah di Den Haag dan membangun keluarga disana, sebelum akhirnya pindah ke Hindia-Belanda pada awal tahun 1890-an.

Keduanya merupakan pengusaha terkaya di zamannya. Mereka memiliki julukan di Hindia-Belanda Toean Besar dan Njonja Besar, utamanya bagi para pegawainya. Mereka memiliki perusahaan raksasa yang bergerak diindustri gula Jawa, hingga dipasarkan ke luar negeri. Banyaknya ekspor yang dilakukan, membuat mereka dikenal luas.

Sebelum MacNeill menikahi Bezoet de Bie pada tahun 1897, ia telah mendalami dengan bekerja di industri ini selama sekitar tujuh tahun. Kemampuannya tidak diragukan lagi, saat ia mulai mengikuti jejak pamannya, John Couperus. Ia menghabiskan sebagian besar masa mudanya untuk bekerja di pabrik gula di Oosthoek.

Kemampuannya ia tuangkan saat memegang perusahaan gula yang bernama Oemboel. Ia juga bekerja sebagai tuinemployee (pengawas perkebunan gula) atau mandur dalam istilah melayu. Ia membayar sejumlah pribumi yang telah memiliki keterampilan di bidang perkebunan dan perindustrian gula.

Setelah menikah dengan Bezoet de Bie, MacNeill memegang tampuk kepemimpinan perusahaan Oemboel yang beroperasi di daerah pinggiran Probolinggo. Mereka juga telah melebarkan usahanya ke dekat Karesidenan Besoeki (sekarang Keresidenan Kediri), yang dinamai Wringin Anom.

Meskipun bukan merupakan pabrik gula yang pertama di Hindia-Belanda, namun semenjak perusahaan dipegang oleh Alexander MacNeill, Oemboel mulai berkembang pesat. "Ia mendatangkan sejumlah teknologi paling mutakhir di Hindia-Belanda, dengan menghadirkan Hallesche Maschinenfabrik dari Jerman yang terkenal" tulis G. Roger Knight.

Baca Juga: Seluk Beluk Cerita Kehidupan Para Nyai di Zaman Hindia Belanda

Salah satu interior yang menunjukan ruang makan pasangan MacNeill. (G. Roger Knight/Archipel)

Knight menceritakan kisah pasangan kaya raya dalam tulisannya yang dimuat dalam Archipel, berjudul An ‘Indies’ Couple: Colonial Communities and Issues Surrounding Identity in the Dutch East Indies, ca. 1890-1930s, publikasi tahun 2020.

Akan tetapi, di perusahaan-perusahaan yang sudah mapan seperti Oemboel, etos sosial yang sangat berbeda berlaku. Pemiliknya memiliki keterbukaan secara sosial. Bezoet de Bie sendiri memiliki tingkat sosial yang luas di Jawa Timur, sebagaimana dengan yang dia nikmati di kampung halamannya, di Belanda.

Tak hanya Bezoet de Bie, seluruh saudara perempuannya juga menikah dengan para kreol (orang Eropa yang lahir di Hindia-Belanda) yang bekerja di perindustrian gula dan tebu. Secara terbuka juga, mereka mempekerjakan nyai hingga asisten rumah tangga yang berjumah banyak dirumahnya.

Foto-foto lawas telah menunjukan kemewahan interior rumah MacNeill, sebagai orang terpandang di Probolinggo. "Ia mengaplikasikan konsep interior borjuasi barat pada rumahnya di daerah terpencil di pinggiran Probolinggo" tulisnya.

Ada piano (tertutup) dengan stand musik di sebelahnya, serta perabotan kaya lainnya. Termasuk juga lukisan dalam bingkai hiasan serta manik-manik. Ada karpet mahal di atas meja dan lantai, sejumlah besar jardinières dengan pot pohon palem, yang tampak seperti gasolier (mungkin gas yang diproduksi untuk menyalakan pabrik untuk operasi 24 jam selama kampanye juga disalurkan ke rumah administrator) dan lampu hiasan lainnya. Juga adanya satu set meja untuk makan keluarga.

Makan malam itu, tentu saja, mungkin berkisar pada rijsttafel yang terkenal, makanan Indisch yang didasarkan pada penawaran beragam lauk pauk – Eropa dan juga Asia (mungkin makanan pribumi) – disajikan di atas nasi. "Beberapa pribumi dan staf dikerahkan untuk melayani dan menghidangkan sajian menu-menu mewah menggugah selera" tulis Knight.

Baca Juga: Pahit-Manis Kenangan Piala Dunia 1938: Hindia Belanda Disikat Hungaria

Kereta Kuda yang dikendalikan kusir, bersama dua anak dari pasangan MacNeill tengah berpose. (G. Roger Knight/Archipel)

Makanan kaleng dan makanan yang diawetkan disajikan, diimpor langsung dari Eropa. Meskipun hal tersebut belum menjadi keharusan bagi kreol yang memiliki strata sosial tinggi seperti keluarga MacNeill. Mereka telah menampilkan makanan-makanan mewah yang diawetkan sebagai tampilan luar yang disajikan diluar waktu makan.

Knight menambahkan, "bahkan mereka memiliki kereta kuda yang ditarik oleh kusir (pribumi) untuk berjalan-jalan di tengah desa, bersama baboe (pribumi), untuk menemani putri Bezoet de Bie, sembari menyuapinya". Hanya saja, segala kemewahan yang dimiliki nampaknya telah berakhir setelah MacNeill pensiun dari pekerjaannya.

Memasuki usia senja, MacNeill yang telah berhasil mengembangkan karirnya, harus kembali ke Belanda pada 1911. Ia telah selesai dengan pekerjaannya dan keluarganya harus meninggalkan istananya di Probolinggo. Namun, kerinduan Bezoet de Bie dengan Jawa membuatnya kembali ke Hindia-Belanda.

Perjalanan barunya sebagai pasangan suami istri dari seorang pensiunan yang sakit baru dimulai. Suaminya, Alexander MacNeill meninggal pada Maret 1937, setelah satu dekade mereka kembali ke koloni. "Ia kemudian melanjutkan hidupnya dengan menjalankan usaha kecil yang memproduksi stroberi dan tanaman iklim sejuk lainnya untuk dijual ke hotel resor di Ambarawa dan juga wilayah lain di Semarang" tutup Knight.