Seperti yang dilansir oleh Tech Explorist, Sunny Vagnozzi dari Cambridge's Kavli Institute for Cosmology, yang merupakan penulis pertama makalah tersebut, mengatakan, “Meskipun kedua komponen tersebut tidak terlihat, kita tahu lebih banyak tentang materi gelap sejak keberadaannya disinggung pada awal tahun 1920-an, sementara energi gelap belum ditemukan hingga tahun 1998.”
Ia pun menambahkan, “Eksperimen skala besar seperti XENON1T telah dirancang untuk mendeteksi materi gelap secara langsung dengan mencari tanda-tanda materi gelap yang 'menabrak' materi biasa, tetapi energi gelap bahkan lebih sulit untuk dipahami.”
Hasil studi terbaru Sunny Vagnozzi dan rekan-rekannya ini telah dipublikasikan dalam jurnal Physical Review D pada 15 September 2021 dengan mengambil judul Direct detection of dark energy: The XENON1T excess and future prospects.
Dalam eksperimen XENON1T, melaporkan sinyal yang tidak diharapkan, atau kelebihan, di atas latar belakang yang diharapkan. Sehingga masih belum dapat menjelaskan energi gelap.
“Kelebihan semacam ini sering kali merupakan kebetulan, tetapi sesekali, mereka juga dapat mengarah pada penemuan mendasar. Kami menjelajahi model di mana sinyal ini dapat dikaitkan dengan energi gelap, daripada materi gelap yang awalnya dirancang untuk dideteksi oleh eksperimen ini.” kata Dr. Luca Visinelli, seorang peneliti di Frascati National Laboratories di Italia, yang juga turut menulis studi tersebut.
“Pada saat itu, penjelasan paling populer untuk kelebihan itu adalah axion—hipotetis, partikel yang sangat ringan—yang diproduksi di Matahari. Namun, penjelasan ini tidak sesuai dengan pengamatan karena jumlah aksis yang diperlukan untuk menjelaskan sinyal XENON1T akan secara drastis mengubah evolusi bintang yang jauh lebih berat daripada Matahari, bertentangan dengan apa yang kami amati.” tutur Visinelli.