Kisah Arek Suroboyo di Markas Microsoft

By , Jumat, 4 April 2014 | 12:05 WIB

Wartawan Kompas Tekno Wicak Hidayat mengikuti Microsoft International Underground Tour, 11-12 Maret 2014. Berikut adalah salah satu catatan pribadinya dari kegiatan itu.

Jangan salahkan kalau saya skeptis dengan hal yang satu ini. Salah satu agenda dalam rangkaian Microsoft International Underground Tour adalah bertemu dengan hometown heroes. Microsoft akan mempertemukan awak pers peserta tur dengan karyawan yang berasal dari negara masing-masing. Artinya, wartawan Indonesia akan bertemu dengan orang Indonesia yang bekerja di sana.

Pertemuan dengan Monica Harjono di sebuah restoran di kantor pusat Microsoft, Redmond, Washington, AS, seperti hendak mematahkan asumsi tersebut.

Terus terang, sosok yang terbayang di benak saya akan “hometown hero” itu adalah tipikal orang Indonesia lulusan sekolah luar negeri (lebih khusus lagi, lulusan sebuah kampus mahal dan ternama di AS). Namun, yang saya temui seorang wanita luar biasa, dengan logat Surabaya yang tak bisa dimungkiri, serta senyum yang memancarkan kehangatan bagai bertemu sanak-saudara yang sudah lama tak berjumpa.

Dari pertemuan itu saya mengetahui bahwa Monica Harjono adalah arek Suroboyo asli. Lahir dan dibesarkan di “ibu kota kedua” Indonesia, Monica juga menyelesaikan studinya di bidang Akuntansi di Universitas Airlangga, Surabaya.

Patah sudah semua asumsi saya bahwa hanya lulusan luar negeri yang bisa bekerja di perusahaan sebesar itu. Dan, dengan runtuhnya asumsi itu, saya harus memulai lagi perkenalan dengan Monica dari awal.

Peluang dari Jepang

 Monica memulai kariernya di Indonesia, bekerja pada sebuah perusahaan lokal. Sebelum kemudian ia mendapatkan kesempatan ke Jepang. Selama setahun ia tinggal di Jepang dan mempelajari Bahasa Jepang. Sebuah kesempatan emas, karena terbukti penguasaannya atas Bahasa Jepang membuka jalan untuk petualangan selanjutnya.

Sepulang dari Jepang, Monica bekerja di perusahaan MCI WorldCom di Singapura. Tugas utamanya adalah menyediakan dukungan bagi cabang perusahaan itu di Jepang dan Australia. Mereka yang tahu soal sejarah korporasi global mungkin akan mengenal nama itu, WorldCom adalah salah satu perusahaan yang terkenal karena skandal keuangan di tahun 2000-an. Kasusnya (meski tidak terkait) hampir bersamaan dengan kasus Enron.

Monica mengaku teringat masa-masa itu sebagai masa yang cukup menegangkan. Ia ingat bagaimana rekan-rekan di kantornya meributkan hal itu. “Bagaimana ini? kata salah satu rekan saya soal kasus yang sedang menimpa perusahaan. Kami semua saat itu panik, semua berpikir untuk jump the ship,” tuturnya.

Beruntung, Monica kemudian dihubungi lagi oleh head hunter yang menawarkannya pekerjaan di Microsoft, tepatnya di Microsoft Asia Pacific Operations Center di Singapura. Lagi-lagi, pekerjaan ini terkait dengan Jepang. “Tugas pertama saya di Microsoft adalah di bagian Keuangan/Akuntan dengan fokus utama pada operasional di anak usaha Microsoft di Jepang,” tutur Monica.

Di Microsoft, Monica mengaku pandangannya makin terbuka. Ia tidak melulu berurusan dengan akuntansi tradisional, seperti buku besar, debit/kredit, dan semacam itu, tetapi mulai melihat sisi bisnis yang lebih luas.

“Saya banyak terlibat dalam kegiatan bisnis dan operasional, serta pengambilan keputusan. Hal ini benar-benar membuka mata saya dan membuat saya merasa bisa belajar banyak soal bisnis ini dan di saat yang sama, memberikan nilai tambah dengan sudut pandang keuangan dan bertindak sebagai penasihat yang dipercaya,” tulis Monica dalam surelnya kemudian.