Melihat klenengan itu, Mangkunegara IV kemudian terinspirasi untuk menggubah karyanya sendiri. "Teks dan melodi dari Ketawang Puspawarna Laras Slendro Pathet Manyura merupakan hasil karya dari Pangeran Mangkunegara IV, yang berkuasa di Mangkunegaran era 1853-1881" lanjut Haryono.
Ketawang Puspawarna ini biasanya dibunyikan sebagai pertanda datangnya pangeran maupun untuk mengiringi tarian-tarian. Gendhing ini memiliki lirik mengenai berbagai jenis bunga yang melambangkan beragam suasana, rasa, atau nuansa.
"Perkembangan gending Ketawang Puspawarna di masyarakat, disamping kepedulian dari pengrawit istana untuk menyebarluaskan, juga ditunjang beredarnya kaset dan siaran-siaran karawitan" tambahnya.
Baca Juga: Tari Bedhaya, Jejak Perlawanan Mangkunegara I dalam Geger Pacinan
"Ia merupakan salah satu komposisi gamelan dengan jenis kendhangan (ritme) Ketawang yang dapat dilagukan dalam laras slendro maupun pelog" terang Haryono. Movement yang digunakan adalah Pathet Manyura
"Umumnya, Pathet Manyura diaplikasikan pada bagian akhir yang menyenangkan atau happy ending dari sebuah pertunjukkan wayang, mewakili mood puas dan kegemilangan" pungkas Haryono. Bagian-bagiannya menjadi sangat menarik untuk didengar.
Di tempat lain, NASA membentuk komite untuk menyeleksi rekaman-rekaman yang akan masuk. NASA menunjuk astronom Dr. Carl Sagan dari Universitas Cornell, sebagai pemimpin komite. "Komite menyeleksi bunyi-bunyian musik yang ada di bumi, musik berdurasi 90 menit yang meliputi klasik, etnis, dan modern" tulis Sagan bersama timnya.
Baca Juga: Mengenal Puro Mangkunegaran dan Modernitas Batiknya