Kisah Kopi Arabica Aceh

By , Minggu, 25 Mei 2014 | 16:10 WIB
()

Malam terus merambat di langit Banda Aceh, tetapi kehidupan masih berdenyut di sejumlah warung kopi yang bertebaran di kota itu. 

Ini bukanlah hal aneh di Aceh. Minum kopi sambil mengobrol di kedai, percayalah, sudah menjadi tradisi di wilayah ini. Tetapi, jika Anda teliti, ada alternatif jenis kopi berbeda yang dijual di sebagian besar warung kopi yang bertebaran di kota itu, belakangan ini. 

"Aku dulu sangat intens dengan kopi Robusta," kata Reza Munawir, warga Banda Aceh, seraya menyebut kedai kopi terkenal di kota itu. "Tapi, setelah mendapat informasi baru tentang kopi Arabica, saya pelan-pelan beralih ke kopi ini." 

Harga secangkir kopi jenis Arabica yang relatif mahal, sempat membuat Reza ciut hati. Demikian cita rasanya. "Awalnya masih sangat aneh di lidah," kata Reza yang juga seorang jurnalis ini. 

Namun beberapa kali mencobanya, pria ini kemudian jatuh cinta pada kopi jenis Arabica. "Dan, dalam empat bulan terakhir, budaya ngopiku berubah," akunya, seraya tertawa. 

Reza tidak sendiri. Selama empat hari tinggal di Banda pada April 2014 lalu, saya bertemu lebih dari selusin penikmat kopi yang memiliki pengalaman sama. 

Intinya, mereka berkata, kini tidak semata minum kopi Robusta tetapi pelan-pelan beralih ke kopi jenis Arabica. 

Kopi Arabica Gayo selama ini dikonsumi masyarakat di luar Aceh dan Indonesia (kopi aceh via BBC Indonesia).

Sengaja dikampanyekan 

Kopi jenis Arabica, yang diminum Reza dan warga Banda Aceh lainnya, berasal dari dataran tinggi Gayo, di wilayah pedalaman Aceh. 

Para ahli kopi mengatakan, kopi yang ditanam para petani di dataran tinggi Aceh ini, disebut memiliki cita rasa khas dan sudah diakui dunia. Itulah sebabnya, sejak awal, kopi ini telah diekspor ke berbagai negara, utamanya ke Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. 

Sejak sekitar tiga belas tahun silam, Starbuck Coffee, perusahaan kopi terbesar di dunia, delapan puluh persen mendatangkan kopi jenis Arabika dari Gayo untuk kebutuhan dunia. 

"Starbuck beli kopi dari Gayo dan dia bawa ke Seattle, AS, dan dicampur dengan kopi dari seluruh dunia, lalu dikirim dan dijual kembali ke Indonesia," kata Mustafa Ali, seorang penikmat kopi dan pengusaha kopi asal Tangengon, Aceh. 

Akibatnya, harga kopi Arabica asal Gayo menjadi selangit. Masyarakat Aceh kebanyakan, yang memiliki tradisi minum kopi di kedai-kedai, menjadi terasing dengan jenis kopi Arabica yang ditanam di tanahnya sendiri. Belakangan, ada kesadaran yang berkembang di masyarakat Aceh untuk mengenalkan kopi jenis ini ke masyarakat lokal Aceh dan sekitarnya.