Kisah Kopi Arabica Aceh

By , Minggu, 25 Mei 2014 | 16:10 WIB
()

"Pada tahun 2005, kita mulai menggerakan, mensosialisasikan ke warga Aceh dan Medan, bahwa rasa kopi Arabica lebih nyaman dari Robusta," kata Mustafa. 

Saat ini, menurutnya, penikmat kopi di kedai-kedai di wilayah Aceh dan sekitarnya, mulai berubah. "Sekitar 20% dan 30% sudah beralih ke Arabica," tandasnya. 

Menguntungkan? 

 Pertanyaannya kemudian, kenapa ketika ekspor kopi Arabica asal Gayo dianggap menguntungkan, para pengusahanya saat ini ramai-ramai membuka pasar lokal? 

Pertengahan April 2014 lalu, saya mendatangi kedai kopi milik M Nur yang diberi nama Warong Rumoh Aceh. 

Terletak di Kota Banda Aceh, kafe ini dibangun secara menarik, dengan menampilkan rumah tradisional khas Aceh, tetapi dengan sentuhan modern. 

Beberapa orang yang saya temui menyebut, kedai kopi milik M Nur ini merupakan salah-satu kedai pertama yang menjual kopi Arabica. 

"Saya investasi sangat besar (membangun kafe) untuk membuat orang kita mengubah imej kopi Arabica," kata M Nur. 

Menurutnya, upayanya mengenalkan Kopi Arabica Gayo adalah untuk membantu petani kopi di Gayo. "Bagaimana caranya kita mendongkrak harga kopi yang ada di petani," ujarnya. 

Dia juga bercita-cita agar masyarakat Aceh dapat menikmati kopi Arabica berkualitas asal Gayo, yang selama ini cuma bisa dikonsumsi di restoran mahal seperti Starbucks. 

"Tapi kalau kita nggak pernah mengkonsumsi, dan yang kita jual setengah jadi, kita nggak bisa berbuat apa-apa," katanya lagi. Namun bagaimana dia meyakinkan masyarakat Aceh, yang terbiasa mengkonsumsi kopi Robusta dengan harga lebih terjangkau? 

"Trend setter-nya bule," ungkapnya seraya menambahkan, dia juga mengundang tokoh masyarakat dan warga Banda Aceh lainnya untuk "mencoba" kopi Arabiya Gayo.