“Kita berbicara tentang perubahan kecil sehingga jika kita tidak memiliki data Hubble selama sebelas tahun, kita tidak akan tahu itu terjadi.” kata Simon. “Dengan Hubble, kami memiliki presisi yang kami butuhkan untuk melihat tren ini,” ujarnya.
Hasil penelitian ini sendiri sudah dipublikasikan dalam jurnal Geophysical Research Letters pada 29 Agustus 2021 dengan mengambil judul Evolution of the Horizontal Winds in Jupiter's Great Red Spot From One Jovian Year of HST/WFC3 Maps.
Peneliti Wong menggunakan bantuan perangkat lunak dalam upaya melacak puluhan hingga ratusan ribu vektor angin setiap kali Hubble mengamati Jupiter. Hal ini ia lakukan agar dapat menganalisis data Hubble secara baik.
Baca Juga: Misteri Aurora Sinar-X Kuat dari Jupiter Akhirnya Terpecahkan
“Sangat sulit untuk mendiagnosis peningkatan kecepatan ini, karena Hubble tidak dapat melihat dasar badai dengan baik. Apa pun di bawah puncak awan tidak terlihat dalam data.Tapi ini adalah bagian menarik dari teka-teki yang dapat membantu kita memahami apa yang memicu Bintik Merah Besar dan bagaimana ia mempertahankan energinya.” jelas Wong.
Selain mengamati badai legendaris yang berumur panjang ini, para peneliti juga mengamati badai yang terjadi di planet lainnya, termasuk Neptunus, di mana badai tersebut cenderung melintasi permukaan planet dan menghilang hanya dalam beberapa tahun.
Penelitian seperti ini akan bermanfaat sekali terutama dalam membantu para ilmuwan agar dapat mempelajari tentang masing-masing planet, juga menarik kesimpulan mengenai fisika dasar yang mendorong dan mempertahankan badai planet.
Baca Juga: Berbeda dengan Bumi, Hujan di Saturnus dan Jupiter Menghasilkan Berlian