'Demang Portegis' Hingga Kontroversi Arsitek Taman Sari, Yogyakarta

By Galih Pranata, Rabu, 29 September 2021 | 19:58 WIB
Pulo Kenanga dalam kompleks Tamansari, Keraton Yogyakarta, sebelum gempa bumi besar pada 1867. (Geschiedenis van Nederlands Indie)

"Menurutnya, dia adalah orang Portugis (atau dalam bahasa Jawa, Portegis) yang terdampar dari kapal karam," tambahnya. Ia juga mengaku sebagai seorang pembangun rumah, sehingga sultan memerintahkannya untuk mendirikan benteng (semacam arsitek).

"Demang Tegis inilah yang konon diperintahkan untuk membangun Pesanggrahan Tamansari. Oleh karena itu pula bangunan Pesanggrahan Tamansari menunjukkan unsur seni bangunan yang berasal dari Eropa (Portugis)," pungkasnya.

Kehadiran Demang Tegis nampaknya masih menyisakan kontroversi lantaran arsitektur Taman Sari yang tak menunjukan unsur bangunan Eropa. Sartono kemudian melanjutkan dengan versi kedua dari kisah pembangunan Taman Sari.

"Rangga Prawirasentika, bupati Madiun yang telah banyak berjasa kepada Hamengkubuwono I, memohon untuk dibebaskan dari pajak yang selama ini dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun," tulis Sartono.

Baca Juga: Inilah Lukisan Awal Keraton Ngayogyakarta Karya Seniman VOC

Taman Sari, sekitar 1930. (KITLV)

Sebagai gantinya, pada 1684, Raden Rangga Prawirasentika diperintahkan untuk membuat batu bata dan kelengakapannya sebagai persiapan untuk membangun pertamanan yang indah, sebagai sarana untuk menenteramkan hati Sultan Hamengkubuwono I.

Namun, Ia tidak dapat menyelesaikan pembuatan bangunan Pesanggrahan Tamansari. Ia menyatakan bahwa pembangunan tersebut justru dirasa lebih besar biayanya dibandingkan dengan penyampaian pajak setahun dua kali yang selama ini dilakukannya.

"Maka dari itu, ia memohon untuk berhenti pada Sultan. Kemudian Sultan memerintahkan K.P.H. Natakusuma untuk menyelsaikan bangunan itu atas biaya yang ditanggung Sultan sendiri" pungkasnya.

Kedua sumber tersebut menjadi teka-teki. Menganalisis konteks sejarah dan gaya arsitektur Taman Sari sangatlah kompleks. Sehingga para ahli menarik kesimpulan bahwa kemungkinan besar penciptanya adalah orang Jawa lokal, atau yang disandarkan pada sumber kedua.

Baca Juga: Keraton Yogyakarta Terlibat dalam Siasat Menjebak Dipanagara?