'Demang Portegis' Hingga Kontroversi Arsitek Taman Sari, Yogyakarta

By Galih Pranata, Rabu, 29 September 2021 | 19:58 WIB
Pulo Kenanga dalam kompleks Tamansari, Keraton Yogyakarta, sebelum gempa bumi besar pada 1867. (Geschiedenis van Nederlands Indie)

Nationalgeographic.co.id—Istana Air Taman Sari adalah situs bekas taman kerajaan Kesultanan Yogyakarta. Dibangun pada pertengahan abad ke-18, Taman Sari memiliki beberapa fungsi, seperti tempat istirahat, bengkel, area meditasi, area pertahanan, dan tempat persembunyian.

Pembangunan Taman Sari dimulai pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792), sultan pertama Kesultanan Yogyakarta. Diperkirakan pembangunannya selesai pada masa Sultan Hamengkubuwono II.

"Lokasi pembangunan tersebut telah dikenal sebagai tempat pemandian yang disebut Mata Air Pacethokan sejak masa pemerintahan Sunan Amangkurat IV (1719–1726)" tulis Sartono Kartodirdjo.

Pulo Kenanga atau Gedong Panggung di kompleks Taman Sari. Foto karya Kassian Cephas (1845-1912). (KITLV)

Ia dalam bukunya berjudul Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV yang terbit pada 1990, menuliskan tentang adanya dua versi yang menyebut pembangunan Istana Air Taman Sari Yogyakarta atau Pasiraman Umbul Binangun.

Sumber pertama menyebut tentang adanya Demang Tegis atau Demang Portegis. "Nama Demang Tegis merujuk pada penggalan dari kata Portegis karena yang dimaksudkan adalah orang Eropa, berkebangsaan Portugis" tulisnya. 

Salah satu naskah Serat Rerenggan Kraton menyebutkan kisah Demang Tegis sebagai salah satu orang yang berperan dalam proses pembangunan Taman Sari. 

Marcel Bonneff mengisahkan sosok Demang Tegis yang bersumber dari narasi Raden Mas Adipati Arya atau Candranegara I. Kisah Bonneff ditulis dalam bahasa Prancis yang terbit pada 1986, berjudul Pérégrinations javanaises: les voyages de RMA Purwa Lelana : une vision de Java au XIXe siècle (c.1860–1875).

Baca Juga: Sang Sultan dan Tamansari dalam Catatan Perempuan Eropa Abad Ke-19

Kolam Umbul Winangun di Taman Sari, Keraton Yogyakarta sekitar 1920-an. (Wikimedia Commons/Tropenmuseum)

Potret Istana Air Taman Sari Yogyakarta. Pembangunan Taman Sari dimulai pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792), sultan pertama Yogyakarta. (Wikimedia Commons)

Dikisahkan bahwa di Mancingan (suatu daerah di pantai selatan Yogyakarta) terdapat orang aneh yang tidak diketahui asal-usulnya. "Masyarakat di daerah tersebut banyak yang menduga bahwa orang tersebut termasuk sebangsa jin atau penghuni hutan," tulisnya.

Masyarakat beranggapan demikian karena orang tersebut menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang setempat (berbahasa Portugis). Orang aneh tersebut kemudian dihadapkan kepada Sultan Hamengku Buwana II yang saat itu masih memerintah.

Rupanya Sultan Hamengku Buwana II berkenan mengambil orang tersebut sebagai abdi dalem (pelayan) Keraton. "Setelah beberapa lama, ia akhirnya dapat berbahasa Jawa. Berdasarkan keterangannya ia mengaku sebagai orang Portugis yang dalam dialek Jawa sering disebut Portegis," lanjut Candranegara I.

Baca Juga: Riwayat Sewa Tanah Keraton Yogyakarta Penyulut Perang Dipanagara

"Menurutnya, dia adalah orang Portugis (atau dalam bahasa Jawa, Portegis) yang terdampar dari kapal karam," tambahnya. Ia juga mengaku sebagai seorang pembangun rumah, sehingga sultan memerintahkannya untuk mendirikan benteng (semacam arsitek).

"Demang Tegis inilah yang konon diperintahkan untuk membangun Pesanggrahan Tamansari. Oleh karena itu pula bangunan Pesanggrahan Tamansari menunjukkan unsur seni bangunan yang berasal dari Eropa (Portugis)," pungkasnya.

Kehadiran Demang Tegis nampaknya masih menyisakan kontroversi lantaran arsitektur Taman Sari yang tak menunjukan unsur bangunan Eropa. Sartono kemudian melanjutkan dengan versi kedua dari kisah pembangunan Taman Sari.

"Rangga Prawirasentika, bupati Madiun yang telah banyak berjasa kepada Hamengkubuwono I, memohon untuk dibebaskan dari pajak yang selama ini dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun," tulis Sartono.

Baca Juga: Inilah Lukisan Awal Keraton Ngayogyakarta Karya Seniman VOC

Taman Sari, sekitar 1930. (KITLV)

Sebagai gantinya, pada 1684, Raden Rangga Prawirasentika diperintahkan untuk membuat batu bata dan kelengakapannya sebagai persiapan untuk membangun pertamanan yang indah, sebagai sarana untuk menenteramkan hati Sultan Hamengkubuwono I.

Namun, Ia tidak dapat menyelesaikan pembuatan bangunan Pesanggrahan Tamansari. Ia menyatakan bahwa pembangunan tersebut justru dirasa lebih besar biayanya dibandingkan dengan penyampaian pajak setahun dua kali yang selama ini dilakukannya.

"Maka dari itu, ia memohon untuk berhenti pada Sultan. Kemudian Sultan memerintahkan K.P.H. Natakusuma untuk menyelsaikan bangunan itu atas biaya yang ditanggung Sultan sendiri" pungkasnya.

Kedua sumber tersebut menjadi teka-teki. Menganalisis konteks sejarah dan gaya arsitektur Taman Sari sangatlah kompleks. Sehingga para ahli menarik kesimpulan bahwa kemungkinan besar penciptanya adalah orang Jawa lokal, atau yang disandarkan pada sumber kedua.

Baca Juga: Keraton Yogyakarta Terlibat dalam Siasat Menjebak Dipanagara?