Sengkon dan Karta, Petani Miskin asal Bekasi Korban Geger 1965

By Galih Pranata, Jumat, 1 Oktober 2021 | 15:00 WIB
Seorang yang diduga terkait gerakan komunis tengah diciduk militer, peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia yang sejarahnya sendiri belum selesai ditulis. (Public Domain)

Sengkon dan Karta merupakan dua tokoh dari kisah nyata yang pernah terjadi di negeri ini. Mereka tinggal di Bojongsari, salah satu desa terpencil di Bekasi. Di bait-bait pertama, puisinya mengisahkan tentang petani yang berupaya mencukupi kebutuhan hidupnya secara susah payah.

Akulah Sengkon yang sakit

berusaha mengenang setiap luka

di dada

di punggung

di kaki

di batuk...

yang berlapis tuberkulosis

 

Di zaman yang serba rumit itu, seorang petani yang bernama Sengkon, susah payah untuk mencari penghasilan. Apalagi, ditambah dengan kondisi yang menuntutnya bergelut dengan penyakit tuberkulosis yang di idapnya.

Waktu itu, tahun 1974, menjadi latar dimulainya kisah yang menggores luka. Sengkon mengingat masa-masa dalam hidupnya melalui luka dan darah yang keluar dari tubuhnya.

Sebuah penanda sejarah tertanggal 25 Desember 1965, yang merupakan tanda terima kasih RPKAD kepada UGM yang telah membantu menumpas Operasi Gestapu/PKI di Djawa Tengah. Belakangan, piagam ini mengingatkan publik ketika mengenang 50 tahun peristiwa pembantaian besar-besaran di Indonesia. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Traveler)

Malam Jumat,

21 November 1974 

Setiap malam jum’at

yasin dilantunkan dengan hidmat

bintang-bintang berdzikir di kedipannya

Istriku masih mengenakan mukena

mengambilkan minum dari dapur

Di kejauhan terdengar warga desa gaduh

'adili si keluarga rampok itu'

'ya… usir dari kampung ini'

'bakar saja rumahnya'

'betul',

 

Rasa bingung menyelimuti keluarga miskin itu. Apa yang sesungguhnya terjadi?

 

Istriku kaget

'kok kamu, kang?'

kebingungan

'Demi Allah saya tidak berbuat jahat!'

 

Lantas, kemudian Sengkon keluar, menghampiri warga dan aparat yang telah berkerumun di pekarangan rumahnya.

Baca Juga: Terbuangnya Generasi Intelektual Indonesia Setelah Peristiwa 1965

Militer mengumpulkan warga yang diduga terkait Partai Komunis Indonesia dan oragnisasi di bawahnya, Desember 1965. Peristiwa seperti ini menjamur di Jawa dan Bali pasca-Geger 1965. (Perpustakaan Nasional Indonesia)

aku masih diselimuti kebingungan

disambut rajia seluruh badan

Kepalaku ditodong senjata laras panjang

mendekati puluhan ABRI dan Polisi

duk! dak!

aku dikerumuni pukulan warga

ABRI dan Polisi

ikut-ikutan menendang

 

Peri Sandi menggambarkan luapan kemarahan warga. Tak ada rasa kasihan dan peri kemanusiaan yang bisa menolong tubuh ringkih Sengkon. Seluruh perkataan keji terlontar kepadanya.

 

Bagong siah!

dulur aing paeh

gara-gara sia!

 

Sialan kamu, saudara saya (Solaeman) meninggal gara gara kamu, celetuk warga dalam penggambaran Peri Sandi. Sengkon tidak hanya dikatai rampok, tetapi juga dia dituduh sebagai pelaku pembunuhan Solaeman, salah satu warga yang kaya di desa Bojongsari.

 

Aku terkapar di tanah

seorang ABRI menggusurku

darah dan becek tanah bercampur di tubuh

Aku dilemparkan ke atas bak mobil

kondisi diantara sadar atau tidak

Selang kejadian

sesosok tubuh dilemparkan ke bak mobil

Ada sebagian tubuh yang menindih

kuperhatikan wajah yang penuh luka itu

Karta?

Baca Juga: Soe Tjen Marching: Pemerintah Harus Akui Pemerkosaan Tionghoa 1965