Misteri Semesta: Kelangkaan Warna Biru di Kehidupan Alam Liar Kita

By Fikri Muhammad, Jumat, 1 Oktober 2021 | 14:00 WIB
Pada katak panah beracun, warna biru cerah menyiarkan peringatan kepada pemangsa bahwa hewan itu beracun. (LILLIAN KING)

Ketika melihat objek berwarna-warni seperti safir yang berkilauan atau bunga hydrangea yang mekar, apa yang sesungguhnya terjadi? "Objek menyerap sebagian cahaya putih yang jatuh ke atasnya karena menyerap sebagian cahaya, sisa cahaya yang dipantulkan memiliki warna," tutur penulis Blue: In Search of Nature's Rarest Color, Kai Kupferschmidt, kepada Live Science.

Ketika kita melihat bunga biru misalnya, itu karena menyerap bagian spektrum merah. Atau dengan kata lain, bunga tampak biru karena warna itu adalah bagian dari spektrum yang ditolak bunga tersebut, tutur Kupferschmidt.

Dalam spektrum, warna merah memiliki panjang gelombang yang panjang. Artinya, sangat rendah energinya dibandingkan dengan warna lain. Untuk bunga tampak biru, ia harus mampu menghasilkan molekul yang dapat menyerap energi dalam jumlah yang sangat kecil. Hal ini untuk menyerap bagian merah dari spektrum.

Dalam buku (THE EXPERIMENT)

Akan tetapi menghasilkan molekul yang besar dan kompleks sulit dilakukan oleh tanaman, itulah sebabnya bunga biru diproduksi oleh kurang dari 10% dari hampir 300.000 spesies tanaman berbunga di dunia.

Sedangkan untuk mineral, struktur kristalnya berinteraksi dengan ion (atom atau molekul bermuatan) untuk menentukan bagian spektrum mana yang diserap dan mana yang dipantulkan.

Mineral lapis lazuli, yang ditambang di Afghanistan menghasilkan ultramarine pigmen biru langka yang mengandung ion trisulfida, sehingga dapat melepaskana tau mengikat satu elektron.

"Perbedaan energi itulah yang membuat biru," tutur Kupferschmidt.

Baca Juga: Mengapa Paus Pilot Mengejar Paus Pembunuh di Dekat Islandia?