"Temuan kami menunjukkan bahwa orang mengalami lebih banyak stres pada satu hari, [kemudian] akan kurang bersosialisasi dengan orang lain di hari esoknya. Efek ini dapat bertahan dua hari kemudian setelah mengalami hari yang penuh tekanan," ujarnya dikutip dari Eurekalert.
Meski demikian, masih sulit bagi para ilmuwan psikologi untuk menentukan benarkah manusia menghindari sosial sebagai akibat dari stres. Karena masih belum ada alat ukur yang efektif bagaimana stres memengaruhi interaksi sosial di dunia nyata.
Meyer juga menjelaskan bahwa penelitian seperti ini pernah dibuktikan dengan hewan pengerat. Hasilnya, hewan lebih memilih tidak bersosialisasi dengan rekan-rekannya jika sedang stres sehari sebelumnya.
Baca Juga: Peran Mahasiswa Al-Azhar dan Semangat Pengukuhan Kedaulatan Indonesia
Sementara penelitian terkait topik ini pada manusia lebih sering mengandalkan laporan diri tentang perilaku responden. Tentu cara ini cenderung bias atau subjektif, tergantung penilaian mereka yang tidak mengetahui standar stres yang dimaksud peneliti.
Maka penelitian ini mengandalkan data penginderaan ponsel yang diperoleh lewat aplikasi StudentLife yang dikembangkan Andrew Campbell rekan penulis penelitian.
Aplikasi itu mengumpulkan beberapa hal pribadi responden seperti pola tidur, gerakan, dan waktu yang dihabiskan di rumah pada 99 mahasiswa S1 di Dartmouth College yang setuju diteliti. Termasuk percakapan melalui mikrofon ponsel, tetapi tidak direkam karena alasan etis.
Baca Juga: Dari 1966 hingga 2020, Bagaimana Gerakan Mahasiswa Warnai Sejarah?