"Selain para siswa, ada tiga puluh anak yatim piatu yang ditampung di kompleks Universitas tersebut. Semua siswa, termasuk anak yatim. Mereka diberi ilmu serta uang, roti, dan sup setiap belajar disana," tulisnya.
Selain itu, dalam dunia kedokteran, Al-Mustansiriya juga mendirikan Fakultas Kedokteran. Fakultas Kedokteran dipimpin oleh seorang dokter Muslim senior yang mempekerjakan sepuluh siswa untuknya.
"Ada juga rumah sakit yang terletak di lingkungan Madrasah, memungkinkan mahasiswa kedokteran untuk belajar dan praktek kedokteran secara langsung, dengan bimbingan para dokter Muslim senior," tambahnya.
"Identitas keilmuan mulai terbentuk, dan metodologinya mulai ditentukan. Untuk setiap bidang studi, terdapat metodologi yang ditentukan dan kurikulum yang disusun berdasarkan topik fundamental yang dirumuskan," tulis Nabila A. Dawood.
Baca Juga: Kota Berusia 4.000 Tahun dari Era Babilonia Kuno Ditemukan di Irak
"Para administrator pendidikannya, merumuskan dasar metodologis untuk penelitian ilmiah, orang-orang merevisi buku-buku tentang riwayat Nabi, dan menyusun karya-karya komprehensif," tulisnya.
Nabila A. Dawood juga menjelaskan bahwa pada tahun 1973, Madrasah Mustansiriya mulai diawasi oleh Direktorat Purbakala di Irak. Sejak saat itu, kompleks tersebut telah dalam kondisi rekonstruksi yang konsisten.
Sebagai hasil dari rekonstruksi dan konservasi kompleks ini, Madrasah Mustansiriya masih memainkan peran penting di Baghdad karena Madrasah tersebut sekarang menjadi bagian dari Universitas Al-Mustansiriya yang dikenal hari ini.
"Ia merupakan monumen terpenting dalam sejarah ilmu pengetahuan dalam membangun peradaban di Baghdad atau irak, bagaimana jika Irak kehilangannya dan sejumlah ilmu di dalamnya?," pungkas Sarah Zuhair dalam tulisannya.
Baca Juga: Arkeologi Eridu di Irak, Inilah Taman Eden dan Kota Tertua Sejagat