Nationalgeographic.co.id—Sebuah penyelidikan di bulan yang diluncurkan oleh badan antariksa Cina baru-baru ini membawa kembali sampel batu dan puing-puing segar pertama dari bulan dalam lebih dari 40 tahun. Kini, tim ilmuwan internasional, termasuk seorang ahli dari Universitas Washington di St. Louis, telah menentukan usia batuan bulan ini mendekati 1,97 miliar tahun.
"Ini adalah sampel yang sempurna untuk menutup celah 2 miliar tahun," kata Brad Jolliff, Profesor Ilmu Bumi dan Planet dalam Seni & Sains Scott Rudolph dan direktur McDonnell Center for the Space Sciences di universitas tersebut, seperti yang dilansir Tech Explorist.
Jolliff adalah rekan penulis yang berbasis di AS untuk analisis batuan bulan baru yang dipimpin oleh Akademi Ilmu Geologi China, yang mana hasil penelitiannya telah diterbitkan pada 7 Oktober 2021 di jurnal Science yang berjudul Age and composition of young basalts on the Moon, measured from samples returned by Chang’e-5.
Penentuan usia adalah salah satu hasil ilmiah pertama yang dilaporkan dari misi Chang'e-5 yang berhasil, yang dirancang untuk mengumpulkan dan mengembalikan batuan ke Bumi dari beberapa permukaan vulkanik termuda di bulan.
"Tentu saja, 'muda' itu relatif," kata Jolliff.
"Semua batuan vulkanik yang dikumpulkan oleh Apollo berusia lebih dari 3 miliar tahun. Dan semua kawah tumbukan muda yang usianya telah ditentukan dari analisis sampel lebih muda dari 1 miliar tahun. Jadi sampel Chang'e-5 mengisi celah kritis." ujarnya.
Kesenjangan yang dirujuk Jolliff penting tidak hanya untuk mempelajari bulan, tetapi juga untuk mempelajari planet berbatu lainnya di tata surya.
Baca Juga: Studi Terbaru: Bulan Memberi Pengaruh Kuat pada Cara Kita Tidur
Sebagai benda planet, bulan itu sendiri berusia sekitar 4,5 miliar tahun, hampir setua Bumi. Namun tidak seperti Bumi, bulan tidak memiliki proses erosi ataupun pembentukan gunung yang cenderung menghapus kawah selama bertahun-tahun. Untuk mengembangkan metode memperkirakan usia berbagai daerah di permukaannya, para ilmuwan telah memanfaatkan kawah bulan yang bertahan lama ini. Sebagian didasarkan juga pada seberapa bopeng oleh kawah di daerah tersebut.
“Studi ini menunjukkan bahwa batuan bulan yang dikembalikan oleh Chang'e-5 hanya berusia sekitar 2 miliar tahun. Mengetahui usia batuan ini dengan pasti, para ilmuwan sekarang dapat lebih akurat mengkalibrasi alat kronologi penting mereka.” kata Jolliff.
"Ilmuwan planet tahu bahwa semakin banyak kawah di permukaan, maka semakin tua usianya; semakin sedikit kawah, semakin muda permukaannya. Itu penentuan relatif yang bagus," kata Jolliff.
Baca Juga: Moonquake, Apakah Bulan Juga Mengalami Gempa Seperti di Bumi?
"Tetapi untuk menempatkan tanggal usia absolut pada itu, seseorang harus memiliki sampel dari permukaan itu. Sampel Apollo memberi kami sejumlah permukaan yang dapat kami tanggali dan berkorelasi dengan kepadatan kawah. Kronologi kawah ini telah diperluas ke planet lain - misalnya, Merkurius dan Mars—untuk mengatakan bahwa permukaan dengan kepadatan kawah tertentu memiliki usia tertentu." terang Jolliff.
"Dalam penelitian ini, kami mendapatkan usia yang sangat tepat sekitar 2 miliar tahun, plus atau minus 50 juta tahun. Ini adalah hasil yang fenomenal. Dalam hal waktu planet, itu adalah penentuan yang sangat tepat. Dan itu cukup baik untuk membedakan antara formulasi kronologi yang berbeda." kata Jolliff.
Baca Juga: Kisah Pria di Florida Dapatkan Batu Bulan dari Misi Apollo 17
Hasil yang disajikan dalam makalah Science bisa dikatakan hanyalah puncak gunung es. Jolliff dan rekan-rekannya sekarang menyaring sampel regolith untuk kunci masalah sains bulan yang signifikan lainnya, seperti menemukan potongan-potongan yang dilemparkan ke situs pengumpulan Chang'e 5 dari kawah tumbukan muda yang jauh seperti Aristarchus, untuk kemungkinan menentukan usia batuan kecil ini dan sifat material di lokasi tumbukan lainnya.
Jolliff telah bekerja dengan para ilmuwan di Sensitive High Resolution Ion MicroProbe (SHRIMP) Center di Beijing yang memimpin penelitian ini, termasuk rekan penulis studi Dunyi Liu, selama lebih dari 15 tahun. Hubungan jangka panjang ini dimungkinkan melalui perjanjian kolaborasi khusus yang mencakup Universitas Washington dan Department of Earth and Planetary Sciences, dan Universitas Shandong di Weihai, Cina, juga termasuk dukungan dari McDonnell Center for the Space Sciences di Universitas Washington.
Baca Juga: Bagaimana Bulan dan Matahari Membantu Menciptakan Kehidupan di Bumi?