Menilik Sistem Pendidikan Kuno di India, 1.500 Tahun Sebelum Masehi

By Galih Pranata, Rabu, 20 Oktober 2021 | 17:00 WIB
Sisa-sisa wihara yang ditandai para ahli dengan nama Monastery 1 di Nalanda Mahawihara, Bihar, India. Universitas ini didirikan pada abad ke-5. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Masa Weda dimulai sekitar tahun 1500 hingga 900 SM. Selama periode kuno di India, dua sistem pendidikan dikembangkan, yaitu Weda dan Buddha. Media bahasa selama sistem Weda adalah bahasa Sansekerta, sedangkan bahasa dalam sistem Buddhis adalah pali.

Selama masa itu, pendidikannya meliputi Weda, Brahmana, Upnishad, dan Dharmasutra. Pendidikan kuno berfokus pada menanamkan etika seperti kerendahan hati, kejujuran, disiplin, kemandirian, dan menghormati semua ciptaan kepada siswa.

"Pendidikan sebagian besar diberikan di ashram (tempat pertapaan), kuil, hingga rumah. Kadang-kadang pujari candi digunakan untuk mengajar siswa," tulis Mangesh M. Ghonge. Bersama dengan timnya, ia menulis dalam IntechOpen Book Series.

Mangesh M. Ghonge beserta Rohit Bag dan Aniket Singh, menulis salah satu series dalam bukunya berjudul Indian Education: Ancient, Medieval and Modern, yang dipublikasikan pada tahun 2020.

Pendidikan di era kuno, lebih banyak menekankan pada pengetahuan praktis atau pola-pola praktik, daripada pengetahuan tentang teori atau teoretical knowledge. Ruang kelas pada umumnya merupakan hutan dan alam lepas yang menyediakan lingkungan belajar menyenangkan bagi para siswa.

"Pendidikan sebagian besar diberikan di hutan atau alam terbuka, di bawah langit biru, yang membuat pikiran siswa tetap segar dan hidup," tambahnya. Pada zaman dahulu, orang-orang biasa hidup sederhana dan melakukan pekerjaan dengan pengabdian dan kerja keras.

"Saat itu belum ada buku, sehingga siswa memiliki kebiasaan untuk belajar dan menghafal semua hal yang diajarkan oleh gurunya di kelas. Disisi lain, guru juga membantu mereka dalam menghafal pelajaran," imbuhnya.

Salah satu sudut situs arkeologi yang merupakan bagian dari jjejak pendidikan kuno di India. (Wikimedia Commons)

"Para siswa di era kuno terbiasa menyelami konsep yang diajarkan oleh guru mereka, mereka menikmati dan mengeksplorasi metode baru untuk mempelajarinya," tulis Ghonge dan tim. Ketertarikan siswa untuk mengeksplorasi, diperkirakan karena diterapkan pola-pola yang baru dan asing bagi siswa.

"Guru menggunakan metode bercerita untuk mengajar siswa, mereka dikenalkan dengan dunia dan teka-teki di dalamnya," lanjutnya. Siswa yang merasa penasaran akan bertanya tentang topik yang diajarkan oleh guru dan diterangkan kembali untuk memberikan penjelasannya.

Tidak ada tekanan yang diberikan kepada siswa terkait dengan hasil studi, sehingga mereka dapat belajar secara lepas dan pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Pendidikan di India kuno tidak menekankan kepada nilai berupa angka, melainkan kepada perubahan pola berpikir dan berperilaku.

Baca Juga: Katar: Senjata dari India, Mengoyak Musuh dan Memberi Luka Mengerikan

Pitambar Bahera menulskan tentang sistem pendidikan di era India kuno kepada Alchemy Buzz, dalam artikelnya berjudul Education System In Ancient India, dipublikasikan pada 1 April 2019. 

Ada tiga langkah utama pembelajaran menurut sistem Weda yaitu, Sravana, Manana dan Niddhyaana. "Sravana adalah cara untuk mendengarkan kebenaran saat perkataan itu keluar dari bibir guru. Pengetahuan secara teknis disebut sruti atau apa yang didengar telinga dan bukan apa yang terlihat dalam tulisan," tulis Bahera. 

"Manana berarti murid harus memikirkan sendiri arti dari pelajaran yang diberikan kepadanya secara lisan oleh gurunya, sehingga mereka dapat mengurai dalam pikirannya dan berasimilasi sepenuhnya," lanjutnya.

Baca Juga: Misteri di Balik Benteng Bhangarh, Jadi Tempat Paling Berhantu India

Reruntuhan kuno di situs arkeologi Nalanda Mahavihara. (Rajneesh Raj)

"Niddhyasana mengacu pada pemahaman yang lengkap oleh murid tentang kebenaran yang diajarkan, sehingga ia dapat menghayati kebenaran dan tidak hanya menjelaskannya dengan kata-kata," imbuhnya. 

Pengetahuan harus menghasilkan realisasi. "Tujuan akhir dari pendidikan bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan, tetapi realisasi diri untuk pembebasan jiwa dari belenggu dan permasalahan kehidupan," tambah Bahera.  

"Dalam hal ini, pemerintah tidak ikut campur dalam pembentukan kurikulum karena raja-raja menyerahkan sepenuhnya kepada para orang-orang suci dan bijak dalam mengelola pendidikan," pungkasnya. Raja-raja hanya berperan dalam membantu perkembangan pendidikan.

Baca Juga: Sejarah Catur dari India, Dimainkan Sahabat Nabi, Masuk Hindia Belanda