Golden Ratio, Hitungan yang Menjadi Patokan Universal untuk Keindahan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 19 Oktober 2021 | 16:00 WIB
Tangga Bramante di Museum Vatican, dan foto ini diambil secara ini proporsional, atau mengikuti golden ratio yang dianggap indah bagi di mata kita. (Faungg/Flickr)

Nationalgeographic.co.id - Ada pola garis dan warna yang menarik pada lukisan Starry Night, yang dibuat Vincent van Gogh. Ketika melihatnya, mata kita dibawa terperosok masuk ke dalam menikmati pola dan suasana malam yang indah, sehingga menjadikannya sebagai salah satu lukisan fenomenal dalam sejarah.

Tidak hanya lukisan, kita menyukai arsitektur yang menarik. Kafe, mal, tengara, taman, hingga rumah ibadah dengan rancangan simetris, membuat kita betah menghabiskan waktu sambil melihat suasana di sekitarnya.

Hal proporsional juga membuat kita merasa lebih nyaman memandang keindahan lain yang sebenarnya subjektif: kecantikan.

Salah satu yang bertanggung jawab menentukan keindahan harus simetris adalah Luca Pacioli, ahli matematika Republik Florence abad ke-15. Dia mencetuskan teori Proporsi Ilahi dengan angka 1,6180339... yang sebenarnya telah membuat matematikawan terpaku sejak masa yang lebih lama.

Lebih jauh lagi, Pythagoras dan Euclid di Yunani kuno telah memahami rasio sederhana ini dan sifat-sifatnya. Bahkan Leonardo da Vinci yang sezaman dengan Pacioli juga terus memahami angka ini, karena banyak diterapkan dalam bidang geometri.

Moustafa Gadalla, seorang insinyur yang menjabat sebagai direktur di Tehuti Research Foundation, menulis dalam The Ancient Egyptian Metaphysical Architecturegolden ratio dianggap sakral oleh orang Mesir kuno. Sehingga penting bagi mereka untuk membangun kuil dan piramida sebagai tempat orang mati, harus menggunakan rasio suci ini.

Baca Juga: Keindahan Ilustrasi Virus Corona Bisa Menjeremuskan Persepsi Kita

Piramida mencadi tengara dunia yang sangat proporsional. Orang Mesir kuno menganggap golden ratio yang proporsi sebagai sesuatu yang suci. (Jimpix/Getty Images)

Mario Livio, astrofisikawan lewat bukunya yang mendapat penghargaan International Pythagoras Prize, berjudul The Golden Ratio: The Story of PHI, the World's Most Astonishing Number menulis:

"Tapi daya tarik dengan Golden Ratio tidak terbatas hanya pada matematikawan. Ahli biologi, seniman, musisi, sejarawan, arsitek, psikolog, dan bahkan mistikus telah merenungkan dan memperdebatkan dasar keberadaan dan daya tariknya."

"Bahkan mungkin adil untuk mengatakan bahwa Golden Ratio telah mengilhami para pemikir dari semua disiplin ilmu yang tidak sama dalam sejarah matematika."

Istilah Golden Ratio bahkan muncul dan menjadi tegas sebagai hukum keindahan universal oleh seorang psikolog, bukan matematikawan. Psikolog itu adalah Adolf Zeising yang menulis lewat esainya tahun 1854 yang diarsip Österreichische Nationalbibliothek.

Baca Juga: Menyusuri Keindahan Wilayah Para Dewa di Taman Nasional Kirishima-Kinkowan

Kegunaannya masih dipertahankan hingga kini, termasuk menentukan standar ketampanan atau kecantikan seseorang seperti Gigi Hadid dan Robert Pattinson, yang dianggap patokan ideal.

Anjan Chatterjee, seorang ahli neurologi Perelman School of Medicine at the University of Pennsylvania, mengungkap bahwa keindahan yang disukai manusia berdasarkan pemahaman para ilmuwan, cenderung pada geometri persegi empat.

Alasannya karena manusia memang menyukai persegi empat, yang dianggap sebagai bentuk gambar terbaik untuk dicerna mata dan diproses otak. 

Banyak para ilmuwan, seperti Byung Mook Weon dari University of Science and Technology, Korea Selatan di jurnal Scientific Reports, percaya bahwa bentuk simetris segi empat berhubungan dengan sistem bertahan hidup.

Baca Juga: Mengubah Sisi Gelap Industri Kecantikan Lewat Kecantikan Berkelanjutan

Salah satu lukisan yang dibuat Komar dan Melamid, yang diinginkan oleh orang yang ditelitinya. Mereka menanyakan berbagai orang dari seluruh dunia tentang seperti apa gambar yang proporsional itu. Hasilnya, mereka menunjukkan bahwa gambar yang proporsi memiliki pesan untuk bertahan hidup di dalamnya. (Vitaly Komar dan Alexander Melamid)

Hal itu termasuk kondisi genetik dan lingkungan yang kita hadapi selama berevolusi. Bentuk ini berdasarkan kebiasaan leluhur manusia bertahan hidup dengan pengawasan mata secara horizontal. Cara bertahan itu mulai dari arah kiri ke kanan untuk mengawasi, atau mencari bentuk layak untuk bersembunyi dari predator.

"Saat orang mencoba mempelajari secara langsung, tidak begitu jelas apakah semua orang sesuai dengan [standar] persegi empat," terang Chatterjee dalam Vox.

Komposisi dan bentuk sebagai cara bertahan hidup juga diperkuat oleh survei yang dilakukan Vitaly Komar dan Alexander Melamid, lewat laporan survei mereka tahun 1997. Laporan berjudul Painting by Numbers: Komar and Melamid's Scientific Guide to Art mencoba menggambarkan bagaimana suasana pemandangan yang diinginkan orang yang tinggal di berbagai negara.

Baca Juga: Pramusaji Cantik dapat Pengaruhi Persepsi Pengunjung Restoran, Benarkah?

Golden Ration pada lukisan potret 'Monalisa' karya Leonardo Da Vinci. Lukisan ini tersimpan di Museum Louvre di Paris, Prancis. (Public Domain)

Hasilnya memiliki sedikit perbedaan terhadap tata letak, komposisi, bentuk sekitar, dan fungsi. Semua merujuk pada usaha untuk mempertahankan hidup.

Proporsional golden ratio, baik berdasarkan bidang segi empat atau lingkaran, dianggap sebagai suatu yang suci atau ilahi, dan bahkan ada yang percaya sebagai pitnu menuju pemahaman yang lebih tinggi, seperti keindahan dan spiritualitas hidup.

Meski banyak peradaban yang menganggap demikian, lantas apakah bentuk keindahan harus dibentuk dalam proporsi emas saja? Nyatanya, manusia tidak menganggap keindahan selalu berhubungan dengan perkara yang bisa dihitungkan, atau untuk bertahan hidup.

Melainkan keindahan sebagai bentuk kesenangan semata, subjektif, dan abstrak. Pendapat ini diungkap oleh beberapa ahli yag National Geographic Indonesia sajikan lewat artikel 28 Mei 2021.

Baca Juga: Charles Darwin Ungkap Bagaimana 'Kecantikan' Dapat Terbentuk