Kerja sama riset antara Pusat Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Makassar, Balai Peninggalan Cagar Budaya (BPCB) Makassar, Universitas Wollongong dan Universitas Griffith Australia pada sepanjang 2011-2013, telah menyingkap mengenai umur “lukisan dinding gua” di Sulawesi Selatan.
Kini diketahui kepastian umur lukisan-lukisan di dinding gua karst Maros, Pangkajene, dan Kepulauan.
Dari hasil penanggalan dengan metode uranium terhadap lukisan dinding gua —berupa 12 gambar cap tangan manusia dan 2 gambar figur hewan— pada 7 situs arkeologi di Maros tersebut ditunjukkan, umur yang tak jauh berbeda dengan yang sudah ditemukan di Situs El Castillo, Spanyol, yaitu minimal sekitar 40.000 tahun lampau.
Hal ini memberikan gambaran bahwa manusia modern, Homo sapiens, awal yang telah menghuni kawasan Sulawesi Selatan telah mengenal seni cadas (cave rock art). Tradisi ini terjadi pada waktu yang hampir bersamaan sebagaimana yang ada di Eropa.
Makalah penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal ilmiah prestisius Nature pada 9 Oktober 2014.
Penelitian awal
Informasi awal mengenai arkeologi di Sulawesi diperoleh dari dua naturalis bersaudara asal Swiss, yaitu Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, yang melakukan penggalian di beberapa situs gua karst yang tersebar di Sulawesi Selatan pada tahun 1920-an.
Pada 1933 dan 1937, HR van Heekeren melakukan penggalian di Leang Karrasa, Maros.
Namun demikian, informasi mengenai keberadaan lukisan dinding gua baru ditemukan oleh HR van Heekeren dan CHM Heeren-Palm pada 1950-an, di Leang Pettae sertaLeang Burung, Maros.
Sejak saat penemuan itu belum diketahui pasti mengenai umur dari lukisan dinding gua tersebut.
Berdasarkan data yang ada, sejauh ini para arkeolog di dunia beranggapan bahwa lukisan dinding gua muncul pertama kali di Eropa. Hal itu didukung oleh penemuan lukisan sederhana (non-figurative) di situs El Castillo, Spanyol yang berumur sekitar 41.000 tahun yang lalu.!break!
Implikasi besar
Lalu, apa yang dapat disimpulkan setelah tersingkapnya umur lukisan dinding gua di Maros itu?
Menurut Pusat Arkeologi Nasional dalam pernyataan resminya, secara umum hasil penelitian ini telah memberikan implikasi yang sangat besar terhadap pemahaman tentang evolusi manusia. Terutama yang berkaitan dengan pola perilaku manusia di masa lalu.
Besar kemungkinan bahwa lukisan dinding gua telah muncul dan berkembang ketika manusia modern awal telah menyebar dari Afrika, termasuk Eropa dan Asia Tenggara.
Lukisan dinding gua merupakan salah satu bentuk pemikiran abstrak manusia purba yang kemudian diekspresikan.
"Secara simbolik dapat mencerminkan pengalaman atau pengetahuan terhadap sesuatu hal yang mereka lihat dan temukan di lingkungan di mana mereka tinggal seperti binatang, tanaman, dan sebagainya. Bisa juga menjadi identitas dari si penghuni gua, seperti cap tangan (hand stencils).
Atau kemungkinan juga bisa berarti suatu harapan. Misalnya, berkaitan dengan perburuan, gambar binatang terkena tombak atau mata panah agar perburuan binatang berhasil."