“Lokasi kegiatan Calang (Pantai Barat Aceh), pengurangan resiko bencana berbasis masyarakat. Manfaatnya besar, agar warga respon dan lebih peduli bencana,” kata Suburhan.
Beberapa warga memuji kinerja aparat pemerintah terkait distribusi informasi dan komunikasi peringatan dini bencana, baik tsunami dan berbagai bencana lain.
Sebagian yang lain menilai sosialisasi kebencanaan yang lebih partisipatif masih minim. Terutama setelah sepuluh tahun tsunami banyak infrastruktur kota yang pernah dibangun kurang terpelihara.
Beberapa agenda pra-konferensi digelar beberapa hari ini di Banda Aceh, delegasi sejumlah negara Asia Pasifik telah tiba di Aceh, pertemuan pra-konferensi diisi dengan semiloka terbatas dan kegiatan studi lapangan.
Salah seorang pengamat, Yayan Zamzami, dari masyarakat sipil peduli bencana mengatakan, delegasi sejumlah negara dinilai tertarik mendalami penanganan pascabencana dari Aceh.
“Ada peserta dari Timor Leste dan Fiji, mengikuti pelatihan kebencanaan di sini (Aceh), delegasi negara yang sudah hadir bertujuan menggali lebih jauh penanganan kebencanaan di Aceh. difasilitasi pemerintah pusat (Mensesneg RI) dan Universitas Syiah Kuala,” katanya.
Kepala Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Kebencanaan Unsyiah, Dr Khairul Munadi menambahkan, selain AS, sejumlah negara mitra kunci Indonesia yang terlibat aktif dalam program riset tsunami dan penanganannya, termasuk Jerman dan Jepang.
Gempa 8.9 skala richter (SR) memicu Tsunami di lepas pantai barat provinsi Aceh pada 26 Desember 2004 silam, lebih 200 ribu orang tewas di sejumlah negara, sebagian besar korban merupakan warga Aceh.